Membayangkan sebuah pulau di tengah samudera bukanlah hal yang asing bagi kita. Namun, bayangkan jika pulau tersebut bukan terbentuk dari tanah dan batuan, melainkan dari tumpukan sampah plastik yang mengapung di permukaan air. Inilah realitas yang kini kita hadapi - sebuah fenomena mencengangkan yang disebut Pulau Plastik.
Terletak di tengah Samudera Pasifik, Pulau Plastik merupakan hasil dari akumulasi sampah sintetis yang dibuang ke lautan selama puluhan tahun. Ukurannya yang terus bertambah besar, kini mencapai 1,6 juta kilometer persegi, jauh melebihi perkiraan awal. Bayangkan, luasnya hampir menyamai negara Perancis. Keberadaannya menjadi potret nyata dari krisis ekologis yang dihadapi oleh lautan kita.
Dokumenter "Pulau Plastik" karya sutradara Jo Ruxton mengangkat fenomena mencengangkan ini, mengajak penonton untuk menyaksikan perjalanan ekspedisi ilmuwan dan aktivis lingkungan dalam menelusuri akar masalah dan dampak bencana ekologis yang disebabkan oleh polusi plastik. Melalui kamera yang tajam dan narasi yang terkemas apik, film ini berhasil memvisualisasikan ancaman nyata yang dihadapi oleh makhluk hidup di dalam dan sekitar lautan, serta menggugah kesadaran penonton akan tanggung jawab kolektif kita untuk segera mengambil tindakan.
Keberadaan Pulau Plastik, yang sebenarnya bukan sebuah pulau dalam pengertian geografis, melainkan kumpulan sampah plastik yang mengambang, menunjukkan skala krisis yang kini melanda ekosistem laut global. Tidak hanya membahayakan kelestarian lautan, tetapi juga mengancam kehidupan berbagai spesies yang bergantung pada lingkungan laut. Melalui dokumenter ini, kita akan menyaksikan bagaimana dampak bencana plastik tersebut telah mengubah lanskap dan tatanan kehidupan di dalam lautan, serta berdampak pada masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya laut.
Dokumenter "Pulau Plastik" dibuka dengan pemandangan menakjubkan Samudera Pasifik yang tampak bersih dan jernih. Namun, ketenangan itu segera terganggu ketika kamera mulai menangkap serpihan-serpihan plastik yang mengapung di permukaan air. Pemandangan ini semakin memprihatinkan ketika Tim Ekspedisi Pulau Plastik mulai menemukan tumpukan sampah plastik yang padat, membentuk sebuah daratan sintetis yang mengerikan.
Melalui wawancara dengan para ilmuwan, film ini mengungkap fakta mengejutkan bahwa Pulau Plastik - yang sebenarnya bukan sebuah pulau dalam pengertian geografis, melainkan kumpulan sampah plastik yang mengambang - memiliki luas mencapai 1,6 juta kilometer persegi. Ukuran yang jauh melebihi perkiraan awal ini menggambarkan skala krisis yang kini melanda ekosistem laut global.
Lebih lanjut, film ini menyoroti dampak bencana plastik terhadap kehidupan biota laut. Para peneliti menjelaskan bahwa ribuan hewan laut, mulai dari penyu, ikan, burung, hingga mamalia laut, terancam mati akibat tersangkut atau termakan sampah plastik. Tidak hanya itu, mikroplastik yang terurai dari sampah besar juga tertelan oleh ikan-ikan kecil dan plankton, kemudian masuk ke dalam rantai makanan, mengancam kesehatan manusia yang mengonsumsi hasil laut.
Salah satu sorotan penting dalam film ini adalah bagaimana krisis plastik tersebut berdampak pada masyarakat pesisir, khususnya komunitas nelayan. Wawancara dengan beberapa nelayan di Indonesia menunjukkan bahwa mereka kesulitan mendapatkan ikan karena lautan dipenuhi sampah, serta mengalami kerusakan alat tangkap akibat sampah plastik yang mengganggu aktivitas melaut.
Tidak hanya memaparkan fakta, film ini juga mengajak penonton untuk melihat upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi krisis plastik. Salah satunya adalah inisiatif dari organisasi Ocean Cleanup yang menciptakan teknologi pemanen sampah plastik raksasa. Meski belum sempurna, teknologi ini setidaknya mampu memungut ratusan ton plastik dari Samudera Pasifik setiap bulannya.
Dokumenter "Pulau Plastik" berhasil membuka mata penonton akan ancaman nyata yang dihadapi oleh ekosistem laut akibat polusi plastik. Melalui visualisasi yang kuat dan fakta-fakta ilmiah yang disajikan secara sistematis, film ini menggugah kesadaran bahwa krisis plastik di lautan bukanlah sekadar isu lingkungan, melainkan juga isu kemanusiaan yang berdampak luas terhadap kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Selain itu, film ini juga menyoroti upaya-upaya nyata yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini, memberikan harapan bahwa krisis ini masih dapat diatasi jika kita bertindak cepat dan terkoordinasi. Namun, film ini juga menekankan bahwa dibutuhkan komitmen dan aksi konkret dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, industri, hingga masyarakat umum, untuk benar-benar menyelesaikan permasalahan polusi plastik yang telah mengancam kelestarian lautan.
Dokumenter "Pulau Plastik" merupakan tontonan yang wajib disaksikan bagi siapa pun yang peduli terhadap masa depan Bumi dan kehidupan di dalamnya. Film ini tidak hanya memberikan fakta-fakta mengejutkan, tetapi juga menyentuh hati nurani penonton untuk segera bergerak dan berkontribusi dalam upaya menyelamatkan laut dari ancaman plastik. Melalui perspektif komprehensif yang ditawarkan, dokumenter ini menjadi panggilan bagi kita semua untuk bertindak nyata dalam mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi planet kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H