Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Aryo Wibisono

Mahasiswa Biasa

Dampak BEPS dan Penanganannya di Indonesia

Diperbarui: 19 Oktober 2021   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Seiring dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini, sistem perekonomian dan perdagangan internasional mengalami perubahan. Perubahan tersebut memungkinkan bagi setiap orang ataupun badan dapat melakukan transaksi antar negara hingga menanamkan modalnya ke negara lain dengan mudah. Karena itu, perusahaan dapat melakukan ekspansi kegiatan usahanya hingga ke berbagai negara. 

Tujuan utama suatu perusahaan adalah menyejahterakan pemegang sahamnya. Perusahaan akan mencari jalan apapun untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya adalah dengan memaksimalkan laba yang diperoleh dengan cara meminimalisir beban-beban yang dikeluarkan. Pajak merupakan salah satu beban yang memiliki porsi besar dalam mengurangi laba bersih yang diperoleh perusahaan. Dari sinilah awal mula isu BEPS tercipta.

Base Erosion and Profit Shifting atau disingkat BEPS adalah strategi perencanaan pajak (tax planning) yang digunakan oleh perusahaan multinasional untuk mengeksploitasi kesenjangan dan ketidaksesuaian dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dengan cara mengalihkan laba perusahaan ke negara dengan pengenaan pajaknya yang lebih rendah atau bahkan bebas pajak. Tujuannya adalah supaya perusahaan tidak perlu membayar pajak atau pajak yang dibayarkan lebih kecil terhadap laba tersebut. 

Tax planning dapat menjadi legal ketika perusahaan dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan dibayar melalui penghindaran pajak (tax avoidance) bukan melalui penyelundupan pajak (tax evasion). Meskipun terdapat beberapa skema ilegal yang digunakan oleh oknum perusahaan multinasional, namun sebagian besar skema yang digunakan legal.

Dampak yang ditimbulkan oleh BEPS menjadi permasalahan serius, terutama bagi negara-negara berkembang, karena pada umumnya pendapatan utama negara berkembang berasal dari perpajakan. Misalnya saja Indonesia, 70 - 80% dari total pendapatan negara Indonesia berasal dari penerimaan perpajakan. 

Apabila perusahaan-perusahaan multinasional menerapkan skema-skema BEPS dengan tujuan untuk meminimalkan beban pajak yang harus mereka bayar, maka penerimaan perpajakan negara dapat berkurang sehingga pendapatan negara semakin mengecil.

Praktik profit-shifting ke negara atau yurisdiksi dengan tarif pajak lebih rendah atau bebas pajak akan mengganggu tingkat kepatuhan pajak Wajib Pajak Dalam Negeri. WPDN akan menganggap bahwa perusahaan multinasional dapat menghindari kewajiban perpajakannya dengan mudah, sehingga mereka akan merasa "iri" dan memilih untuk turut berusaha menghindari kewajiban perpajakan.

Skema yang paling sering digunakan dalam praktik BEPS adalah transfer pricing. Transfer pricing dilakukan dengan cara mengalihkan atau menggeser objek pajak penghasilan melalui transaksi antar perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan cara menaikkan atau menurunkan harga dengan tujuan untuk meminimalkan atau menghilangkan jumlah pajak yang harus dibayar sehingga dapat memaksimalkan laba. Transaksi tersebut dilakukan dengan menggeser harga dari negara yang beban pajaknya relatif tinggi ke negara yang beban pajaknya lebih rendah atau bahkan nihil (tax haven countries).

Penyalahgunaan transfer pricing tidak hanya dilakukan ke negara atau yurisdiksi dengan tarif pajak lebih rendah, namun juga dapat dilakukan ke perusahaan lain dalam satu grup di negara atau yurisdiksi lain yang sedang mengalami kerugian, atau sedang diberlakukan fasilitas perpajakan tertentu yang mana sangat menguntungkan bagi perusahaan, atau dengan cara lain, yaitu memanfaatkan loophole ketentuan peraturan perpajakan negara lain. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa penyalahgunaan transfer pricing sangat berpotensi untuk mengurangi pendapatan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan.  

Transaksi-transaksi yang biasa dilakukan antar anggota grup perusahaan multinasional tersebut, dapat dikategorikan dalam beberapa transaksi, antara lain seperti penjualan barang dan jasa, lisensi, paten, bunga utang-piutang, dan seterusnya. Harga yang biasanya berlaku pada transaksi tersebut tidak sesuai dengan harga wajar atau harga pasar, dapat lebih tinggi ataupun lebih rendah, tergantung pada potensi pajak yang dikenakan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline