Lihat ke Halaman Asli

Leksikal Realita

Diperbarui: 22 September 2016   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Adakah kebenaran dalam bilik penuh kebohongan? Tak juga lelah melukis angan dalam lipatan malam, sekedar menghalakan hidup tak berati tanpa mimpi. Sekedar untuk kau buka dan kau lipat kembali tiap hari. Justifikasi bahwa peradaban itu menjadi. Memuja luka dengan kata berani. Sungguh kau membuatku kagum pada rasionaliasasi.  

Tak lagi ada tangis pada bening matamu. Tak juga pada relung dadamu. Perlukah ku bahagia untuk remuknya kristal hati menjadi butiran debu tanpa kau tahu? Hanya permainan kata yang merekatkan kepingan jiwa, sayang. Dengan kesejukannya pun telah kau hapus rembulan. Sungguh kau membuatku kagum pada kekuatan pikiran.  

Kau berdiri pada rajut wacana, cinta. Berpijak tegap diatas dunia yang telah demikian memuja tanda sebagai fakta. Hingga kau tak lagi melihat itu dunia siapa. Mengira semesta selalu menjaga. Nyatakah yang ada? Seperti tanda mata dipergelangan tangan. Atau adakah yang nyata? Seperti kau letakkan ada pada kata percaya. Sungguh kau membuatku kagum pada fantasi yang kau jadikan realita.  

Pendar bintang malam kelam penuh awan. Masih kau cari purnama ditengah hujan. Tenggelam pula dalam cawan bertajuk kebahagiaan.  

Hatimu kuat yakinkan pada bilik kebohongan.  Cukup kuat untuk dibuang. Ah..Konotasi selalu menyisakan ruang kebebasan. Kau tersenyum tanpa tahu apa penuh kepurapuraan. Hati yang sirna tak lagi mampu membisik luka. Jiwamu tertatih dalam perih tanpa duka, menyelam dalam pendar cahaya.  Sungguh kau membuatku kagum pada kebodohan cerdasmu mengeja merah muda.       

 

Yogya hujan, belakangteras saat obat tak lagi bekerja lalu belajar merangkai kata. 20122013.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline