Lihat ke Halaman Asli

Ary Janu

musisi

Ibuku Menangis

Diperbarui: 15 Juni 2020   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ibuku menangis saat menyaksikan saudara-saudaranya bertumpahan darah dengan parang yang terbuat dari besi tua sisa tiang hotel mewah itu di tangannya.

Ibuku menangis saat menyaksikan mereka saling membunuh untuk merebut dan mempertahankan tanah yang dijual ke orang asing.

Ibuku menangis saat menyaksikan anaknya merengek penuh ingin tahu tentang komodo yang sudah mulai stress di rumahnya sendiri. 

Ibuku menangis saat menyaksikan putra-putranya yang dihajar polisi ketika pulang kampung karena takut kelaparan di tanah rantau selama wabah Corona. 

Ibuku menangis saat menyaksikan anak gadisnya mencium tangan bau para tamu yang datang membawa amplop ke meja kerja bosnya.

Ibuku menangis saat menyaksikan anak tercantiknya mengalungkan selendang buatannya di leher para penjilat yang berpura-pura ramah pada masyarakatnya.

Ibuku menangis saat menyaksikan suaminya meminta buatkan kopi untuk disuguhkan ke mulut para pegawai yang membela pengusaha.

Ibuku menangis saat menyaksikan anaknya bernyanyi dengan suara merdu untuk menghibur tamu negara yang datang mengais isi bumi tanah peninggalan nenek moyangnya.

Ibuku menangis saat menyaksikan para pengusaha bersama pemimpin dan serdadunya meminta rumahnya direlokasi untuk kepentingan pembangunan dan tambang.

Ibuku menangis saat menyaksikan keluarga besarnya pecah karena pemilu atau politik yang merasuki otak mereka.

Ibuku menangis saat menyaksikan anak mudanya bunuh diri tanpa berpikir panjang tentang hidup yang harus dipahami. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline