Beberapa waktu lalu, penulis berkesempatan mengikuti kegiatan kolaborasi bersama Program Studi Bimbingan Konseling Universitas Mercu Buana Yogyakarta dengan tema Pemanfaatan Inovasi Digital Aplikasi Support Group (Reconnect) untuk Pencegahan Perilaku Melukai Diri Sendiri dan Peningkatan Literasi Kesehatan Mental di SMP Muhammadiyah 3 Depok. Beberapa pemahaman reflektif penulis coba uraikan dalam artikel ini sebagai catatan dan pengingat.
Self-harm
Perilaku melukai diri sendiri, atau sering disebut self-harm, adalah tindakan menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk mengatasi emosi yang intens. Tindakan ini bisa berupa mengiris, membakar, atau menghancurkan bagian tubuh tertentu. Meskipun terlihat mengejutkan, self-harm lebih umum terjadi daripada pelajar atau remaja, sempat viral dengan istilah barcode, membuat kode garis di tangan.
Mengapa Seseorang Melukai Diri Sendiri? Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan self-harm, diantaranya:
- Emosi yang Terpendam. Self-harm sering kali menjadi cara untuk melampiaskan emosi yang sangat kuat seperti kesedihan, marah, atau kecemasan. Ketika kata-kata tidak mampu mengungkapkan perasaan yang begitu mendalam, tindakan fisik menjadi pilihan yang keliru.
- Cara Mengatasi Stres. Bagi sebagian orang, self-harm adalah mekanisme untuk menghadapi stres atau trauma. Meskipun hanya memberikan efek sementara, tindakan ini justru memperburuk masalah dalam jangka panjang.
- Gangguan Mental. Self-harm seringkali terkait dengan gangguan mental seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan makan, dan gangguan kepribadian borderline.
Self-harm mengakibatkan berbagai dampak, diantaranya:
- Dampak Fisik. Selain bekas luka yang terlihat, self-harm juga dapat menyebabkan infeksi, perdarahan, dan bahkan kematian jika dilakukan secara berlebihan.
- Dampak Psikologis. Rasa bersalah, malu, dan isolasi sosial seringkali menyertai self-harm. Perilaku ini juga dapat memperburuk kondisi mental yang sudah ada sebelumnya.
- Dampak pada Hubungan. Self-harm dapat merusak hubungan dengan keluarga dan teman. Rasa takut untuk mengungkapkan masalah membuat penderita semakin terisolasi.
Bagaiamana cara mengatasi kesehatan mental korban self-harm?
- Mencari Bantuan Profesional. Terapis atau psikolog dapat memberikan dukungan dan terapi yang tepat untuk mengatasi akar masalah self-harm.
- Melakukan aktivitas olahraga. Aktivitas fisik dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan mood
- Praktik mindfulness dapat membantu meningkatkan kesadaran diri dan mengelola emosi misalnya dengan melakukan meditasi.
- Menulis tentang perasaan dapat menjadi cara yang efektif untuk melepaskan emosi (Journaling)
- Mengekspresikan diri melalui seni visual, misalnya menggambar atau melukis.
- Berbagi perasaan dan Berbicara dengan orang yang dipercaya dapat memberikan rasa lega.
- Mengelilingi diri dengan orang-orang yang peduli dan mendukung.
Self-Harm dapat dicegah dengan cara mendeteksi tanda-tanda awal dan memperhatikan perubahan perilaku seperti menarik diri dari sosial, perubahan pola makan, atau adanya bekas luka yang tidak dapat dijelaskan.
Jika kita curiga seseorang melakukan self-harm, kita capat mencoba untuk mendengarkan dengan empati dan memberikan ruang bagi mereka untuk mengungkapkan perasaan tanpa menghakimi.
Kita dapat menawarkan dukungan dengan meyakinkan mereka bahwa kita ada untuk mereka. Mengajak mereka untuk berbicara dengan profesional juga menjadi solusi terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H