Suatu saat penulis mendapat kesempatan berbagi dalam satu seminar online yang bertajuk tentang parenting. Tema parenting waktu itu penulis usulkan dengan judul parenting mendidik hati si buah hati.Penulis mengajak peserta memahami dahulu bahwa parenting itu pekerjaan bersama-sama antara mama dan papa, bukan hanya pekerjaan mama saja atau papa saja, namun kedua-duanya harus bekerjasama dalam memberikan pendidikan, pendampingan dan juga penguatan agar anak-anak menuju masa depan mereka.
Papa atau mama sering kali melupakan bahwa seorang anak perlu dikuatkan sisi maskulin dan feminim mereka yang mereka peroleh dari kedua orangtua mereka. Untuk itu perlu sekali kedua orangtua untuk memahami hal ini agar tidak melepas tanggung jawab mereka untuk terus mendampingi putra-putrinya agar mereka mendapat keseimbangan dalam pengasuhan.
Walau orangtua kadang tidak akur, bahkan hingga berpisah, orangtua tetap dapat mengatur waktu bersama anaknya. Permasalahan orang dewasa jangan sampai merusak hubungan orangtua dan anak. Namun demikian, memang tidak mudah untuk terus melakukan pendampingan yang seimbang di saat kedua orangtua sudah tidak akur, tidak se-visi.
Setelah penulis menyampaikan definisi parenting, penulis mengajak para orangtua untuk melihat bahwa terjadi perbedaan yang sangat kental secara umum terkait pola pengasuhan di masa orangtua menjadi anak, dan saat orangtua memiliki anak. Di saat orangtua menjadi anak dari orangtua mereka, parenting yang diberikan oleh orangtua yang dahulu cukup kaku, tidak ada diskusi, hampir semua adalah kata perintah. Kehidupan yang cukup keras, sehingga tidak ada pilihan hanya menerima dan melakukan hal yang diperintahkan oleh orangtua.
Namun di saat ini, orangtua yang sempat merasakan ketidaknyamanan saat menjadi anak, mereka mengubah pola parenting dengan memberikan kenyamanan, kemudahan dan pendekatan diskusi untuk banyak hal. Alhasil, anak-anak hari ini menjadi kritis, tidak mudah menurut begitu saja, mudah membantah, mengeluh, dan juga sibuk dengan banyak pilihan.
Orangtua muda meyakini bahwa anak-anak hari ini adalah anak-anak generasi strawberry. Label yang melekat pada generasi ini pun menjadi penghibur bagi para orangtua muda bahwa mereka sedang tidak dalam masalah dalam melakukan pola parentingnya, namun generasi yang dekat merekalah yang memang rentan.
Padahal para generasi yang lahir yang lalu, sekarang dan nanti mereka adalah generasi yang dibentuk oleh orangtua mereka. Label yang melekat dari generasi ke generasi itu tercipta oleh orangtua mereka sendiri yang memberikan parenting tertentu sehingga anak-anak mereka terbentuk karakter yang disesuaikan dengan parenting yang diberikan.
Generasi strawberry yang tampak indah di luar namun rentan di dalam adalah generasi yang diproduksi oleh pola parenting yang memberi kemudahan berlebih, kenyamanan berlebih, juga pembiaran berlebih. Melalui perenungan ini, penulis mengajak para orangtua memahami bahwa anak-anak kita itu adalah produk dari cara kita mengasuhnya, mereka kita yang bentuk, oleh karena itu adalah salah jika menyalahkan anak-anak kita jika mereka berperilaku kurang tepat, karena mereka demikian disebabkan oleh cara orangtua mendidik, mendampingi dan menguatkan mereka.
Anak-anak adalah reflektif atau cerminan dari diri orangtua mereka. Sebelum anak-anak berkembang menjadi pribadi yang dapat mengevaluasi diri, mereka adalah bayangan dari orangtua mereka. Penyadaran ini perlu dibangun agar para orangtua memahami bahwa segala hal yang dilakukan terhadap anak-anak, itulah yang membentuk karakter mereka. Usia anak-anak pun adalah usia pondasi atau dasar dalam membentuk mereka kelak menjadi remaja hingga dewasa, karena itu usia anak-anak menjadi penting untuk diperhatikan agar mereka mendapat perkembangan karakter yang optimal di kemudian hari.
Selanjutnya Penulis mengajak para orangtua untuk memprediksi masa depan yang dapat dilihat arahnya saat ini. Masa depan anak-anak kita jauh lebih menantang daripada masa depan kita waktu kita jadi anak-anak. Anak-anak di masa depan sudah pasti akan berhadapan dengan teknologi yang canggih, mulai dari mesin pintar hingga kecerdasan buatan.
Anak-anak kita bukan lagi harus belajar berkolaborasi dengan anak-anak lain, namun juga ke depan mereka perlu berkolaborasi dengan teknologi. Kolaborasi adalah bagian model relasi anak-anak di masa depan. Dahulu kala orangtua kita menyiapkan kita untuk dapat bersaing dengan anak-anak lain, saat itu kata bersaing menjadi relasi yang dibangun untuk dapat menang di masa itu. Saat ini relasi berupa kolaborasi menjadi penting untuk disiapkan untuk anak-anak kita, mereka perlu membangun karakter yang siap berkolaborasi tentu kolaborasi tidak hanya antar manusia, namun juga berkolaborasi dengan teknologi.