Lihat ke Halaman Asli

aryavamsa frengky

A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Beda Zaman Beda Pendekatan

Diperbarui: 25 Januari 2024   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.freepik.com

Suatu saat penulis sebagai pendidik melakukan pengamatan respon murid terhadap suatu perilaku. Penulis mencoba untuk terlibat dalam obralan para murid yang sedang berkumpul, menunggu dijemput orang tua mereka. "Hallo wah asyik nie, sedang bahas apa kalian?", tanya penulis. "Ini pak kami sedang ngobrolin tentang strategi permainan mobile legend", jawab salah satu murid. "Ceritain dong, gimana caranya supaya kita bisa menang dalam permainan ini", lanjut penulis untuk dapat diterima dalam circle para murid.

Para murid ini dapat menjelaskan dengan baik dan sangat jelas terkait taktik dan strategi untuk menang dalam permainan yang mereka mainkan, tampak mereka memiliki pengetahuan dan tentu ketrampilan yang baik dalam memahami permainan yang mereka mainkan. Penulis melihat begitu banyak menu dan tools permainan tersebut saja sudah mumet, apalagi jika mulai bermain.

Berpijak dari pengamatan ini, penulis mendapatkan sebuah perenungan bahwa murid lebih antusias memberikan respon jika pendidik berupaya untuk 'ikut menikmati' hal yang sedang asyik mereka lakukan. Mereka menjadi lebih terbuka, dan sangat komunikatif menyampaikan informasi terkait dengan hal yang mereka sedang nikmati. Mereka tidak diam seribu bahasa, dan bahkan menundukan kepala seraya menunggu kapan perbincangan ini selesai.

Saat pendidik memahami 'kenikmatan' yang tengah diobrolkan atau dibahas atau sedang dilakukan para murid saat itu, di sanalah jembatan komunikasi yang baik bagi pendidik untuk menyelami sang murid. Suatu saat penulis melihat segerombolan murid sedang antri untuk memanjak sebatang pohon dengan tali pramuka, di saat penulis hadir dengan ikut menikmati acara mereka yang sedang antri memanjat pohon dengan tali pramuka, di saat itu murid-murid pun langsung terbuka untuk berkomunikasi dengan penulis.

Cara sederhana ini yaitu ikut menikmati hal yang dilakukan para murid, memberikan kemudahan kita untuk mengarahkan murid pada fase berikutnya. Fase awal dalam komunikasi dengan murid, adalah fase diterimanya kehadiran kita sebagai bagian dari mereka bukan orang asing atau sebagai guru yang berjarak dengan mereka. Jika kita berjarak dengan mereka, maka mereka pun berjarak dengan kita dan tentu mereka akan melakukan hal yang kita minta secara 'terpaksa'.

Walau murid memiliki keragaman dalam kepribadian mereka, namun mereka memiliki kesamaan dalam rasa sebagai manusia muda, yaitu rasa ingin diperhatikan lebih. Rasa inilah yang menjadikan kita untuk menghormati 'kenikmatan' sikap yang sedang mereka lakukan saat itu, ketika penghormatan itu diperoleh oleh murid, mereka dengan mudah untuk membuka diri mereka dengan cara mendengarkan dan tentu berinteraksi dengan kita tanpa canggung yang berlebih.

Teknik komunikasi ini menjadi bagian penting yang perlu dipahami para pendidik khususnya mereka yang jam terbang mendidiknya masih belum lama. Gunakan pendekatan humanis yang mendahulukan rasa hormat bukan ancaman atau aturan yang jelimet. Ketika kita berhasil menghormati mereka dengan merasakan kenikmatan dunia mereka, maka mereka dengan mudah membuka diri, menyerahkan diri mereka untuk diarahkan ke arah yang diharapkan pendidik.

Jaman sekarang sudah penuh dengan kemudahan, maka pendekatan jaman dulu yang sangat keras dengan ancaman sudah tidak berlaku lagi di saat ini khususnya ke sebagian besar murid. Mereka adalah generasi yang lahir tidak dalam kesulitan, maka pendekatan mereka pun bukan dengan cara mempersulit mereka tetapi dengan pendekatan yang membahagiakan mereka, atau dikenal dengan pendekatan positif atau pendekatan humanistik.

Berbeda jaman berbeda pendekatan, ini menjadi refleksi penting bagi para pendidik di era abad 21 ini. Oleh karena itu jika kita melihat atau mendengar ada murid yang sulit diatur, ini bukan lagi salah muridnya saja, namun lebih tepatnya adalah salah dalam pendekatannya, salah dalam seni berkomunikasinya. Semoga memberi manfaat, dan jika ada hal yang ingin didiskusikan, mari kita diskusikan di kolom komentar, terima kasih, salam pendidik yang bahagia.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline