Suatu saat seorang teman bertanya kepada penulis, "Bagaimana kita memahami seseorang yang pantas menjadi sahabat kita, dan bukan sebagai musuh dalam selimut?"
Penulis merenung memahami pertanyaan ini ingatan penulis kembali kepada bagaimana pertemanan yang selama ini penulis jalankan bersama para sahabat yang masih terus berinteraksi hingga hari ini.
Kualitas pertemanan yang meningkat hingga menjadi seorang sahabat tentu perlu melalui berbagai interaksi yang berkualitas bukan hanya kuantitas, artinya interaksi yang terjadi bukan sering saja namun lebih ke kualitas interaksinya.
Jika pertemuan dengan teman kita hanya di saat-saat gembira seperti makan-makan, jalan-jalan, nonton bareng atau hal-hal menyenangkan lainnya maka kita sulit memahami kualitas pertemanan kita.
Suatu saat kita perlu menguji kualitas pertemanan kita dengan memberikan konflik kepada mereka. Hadirkan konflik kepada mereka, respon dari konflik inilah dapat menjadikan sebuah rambu-rambu apakah teman kita ini layak menjadi sahabat kita atau hanya teman saja.
Konflik itu tidak diciptakan dengan segaja, namun kita bisa munculkan secara tidak segaja seperti bercerita tentang kesulitan kita, apakah teman kita ini menanggapi dengan baik atau hanya mendengar saja tanpa tanggapan yang pantas. Kita tentu memiliki cerita susah atau sedih dalam hidup kita, cobalah sampaikan ke teman yang kita harap dapat menjadi sahabat kita kelak.
Di saat kita bercerita lihatlah tanggapannya, apakah ia memberikan solusi yang membuat kita lebih tenang atau solusi yang membuat kita lebih berang, uring-uringan hingga akhirnya malah nambah sedih dan susah?, silakan kita menilai sendiri agar kita tahu ia teman menuju kualitas sahabat atau hanya teman biasa.
Hal lain yang dapat kita ketahui seorang teman yang berkualitas sahabat adalah di saat ia mencoba dan melakukan hal yang ia sampaikan untuk memberikan pertolongan kepada kita.
Teman ini senantiasa memberikan kita pertolongan atau sering membantu kita baik diminta atau tanpa diminta. Pertolongan yang diberi seringkali secara otomatis tanpa harus diminta paksa. Teman seperti ini pun layak menjadi sahabat kita.
Pertolongan yang diberikan tidak harus berupa materi, namun dapat berupa immateri seperti nasehat, ide, waktu, perhatian, kasih sayang, kepedulian, dan lainnya. Saat teman kita berani untuk berbagi hal seperti ini tentu mereka pun layak menjadi sahabat kita. Mereka tidak segan untuk mengingatkan kita ketika kita sedang dalam masalah, menjaga rahasia kita, memberikan alternatif untuk solusi masalah kita.