Lihat ke Halaman Asli

Aulia Aryaseta

Blog Pribadi

Gejala Saya Mengidap "Diskon Koroner"

Diperbarui: 28 Juni 2019   01:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sejak kemunculan smartphoneAndroid di Indonesia, perkembangan teknologi di Indonesia amatlah pesat. Sepertiinformasi, mengirim pesan, hingga memesan transportasi umum pun tinggal ‘tap’ layarsmartphone anda. Kemajuan teknologi memang tidak bisa dibendung, lalu apa kabarsaya?.

Tiap kali saya berjalanentah di restoran, mall, ataupun berselancar di google saya selalu terpapardengan pop up iklan ‘cashback 60%’ ‘diskon 100%’ dan para pembaca pasti juga mengalaminya.

Memang kalau kitalihat dua tahun belakangan ini banyak sekali vendor-vendor yang berlombamenyediakan pembayaran via applikasi. Sebut saja si biru, ijo, ungu, dan yangbaru rilis akhir-akhir ini si merah. Hari senin si biru diskon 30%, selasa ungutidak mau kalah 60%, rabu ijo dan merah 100%.

“Wah nikmatnyahidup di zaman sekarang, banyak diskon, tabungan jadi aman.”

Kesimpulan yangkelihatannya benar, namun sebenarnya bisa juga salah. Jadi bener apa salah ya? Wkwkwk.Ya biar pembaca yang menilai.

Penulis pernahmembaca artikel dimana masa depan vendor pembayaran via applikasi masih kurangsignifikan dibanding kartu debet. Penulis tidak menyampaikan detilnya, namunpada kesimpulan blog tersebut menyebutkan bahwa sekuritas antara bank denganpembayaran online itu berbeda. 

Dan masyarakat di Indonesia pun juga masihmenikmati pembayaran cashless menggunakan kartu debit. Yang mana kartu debittak perlu repot men top-up seperti vendor-vendor pembayaran digital. Dan dalamblog tersebut menjelaskan bahwa vendor-vendor tersebut akan kepentok denganbatasannya sendiri seperti kepentok hanya untuk membayar makanan dan memesanojek.

Namun padatulisan kali ini fokus saya bukan kepada kartu debit maupun pembayaran digital,melainkan kepada perilaku konsumen yang sedang dirancang sedemikian rupasehingga nantinya konsumen ketergantungan dengannya.

1. Dimana-mana diskon

Sebenarnya strategi ini sudah lama dipakai, dari zamannya toko baju offlineyang tiap gantungan baju terdapat tulisan diskon. Padahal, teman dari penulisyang pernah bekerja di salah satu toko baju tersebut mengungkapkan bahwasebelum di diskon harga yang tercantum dinaikkan dahulu. Sehingga konsumenmenganggap bahwa item tersebut diskon. Padahal TIDAK.

Sama seperti toko baju tersebut, ketika vendor-vendor mengeluarkan diskon,sekilas kita tidak merasa rugi, namun jika kita amati kedepannya maka kitatetap tidak diuntungkan oleh mereka. Mana ada sih perusahaan baik hati sekalikepada konsumennya. Hehe.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline