Lihat ke Halaman Asli

Arya Ramadhan

Mahasiswa

Kesalahan Berpikir terhadap Ikhtilaf Ulama

Diperbarui: 4 April 2022   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menilik kembali problem yang terjadi sejak dulu hingga sekarang mengenai ikhtilaf ulama dan cendekiawan muslim dalam menetapkan sebuah hukum, ibadah, muamalah, sosial, politik, serta perihal yang terkait dengan nya. Permasalahan ini, terus terjadi di berbagai belahan dunia secara umum dan negara Indonesia secara khusus.

Hakikatnya, perbedaan yang telah terjadi, hukumnya lumrah di kalangan mereka, namun perbedaan tersebut menjadi problem serius ketika sampai kepada masyarakat. 

Tentu, ini bukan salah ulama atau cendekiawan muslimnya, tetapi kesalahan masyarakat dalam memandang serta menyikapi perbedaan yang terjadi. 

Jika ditinjau dari rekam jejaknya, sesungguhnya para ulama yang berbeda pendapat mengenai suatu hal, mereka tidak saling mempertahankan kebenaran yang disampaikan, atau bahkan saling sikut karena perbedaan, justru mereka saling memuji dan meninggikan ulama lain yang berbeda pendapat dengan nya, sungguh mulia akhlak para ulama dan cendekiawan muslim perihal menghargai. 

Lalu, mengapa masyarakat yang bukan siapa-siapa menyibukkan diri untuk mengurusi ulama dengan ikhtilafnya. Bahkan, masyarakat serta merta menghakimi dengan rendahnya literasi yang dimiliki, mereka mendebat sana sini tanpa di barengi landasan atau pondasi, berfatwa seolah-olah paham akan yang dikatakan itu benar. 

Pada dasarnya, akhlak lebih didahulukan daripada ilmu, bagaimana mungkin seseorang mendapatkan keberkahan ilmu, jikalau akhlaknya saja hilang tak bertumpu. 

Idealnya, masyarakat dapat mengaktualisasikan akhlak dan ilmunya, namun realitanya, akhlaknya mampu diperbudak nafsunya. Dan seseorang yang merasa paripurna akan keilmuanya, terkadang lupa akan jati dirinya.

Saat ini telah merebak luas orang-orang angkuh ilmu, yang mampu menyalahkan ikhtilaf-ikhtilaf dari ulama terdahulu. Mereka berselisih untuk membenarkan ulama yang mereka yakini, padahal ulamanya saja tidak pernah memperdebatkan, apalagi berselisih tentang fatwa yang mereka sampaikan. 

Maka, sepatutnya sebagai cendekiawan pembaharu tidaklah perlu berselisih dan berdebat mengenai ikhtilaf ulama terdahulu. Perbedaan pendapat, opini, dan argumen sangat diperlukan dalam kehidupan, tanpa adanya perbedaan maka ilmu pengetahuan tidak mengalami perkembangan, dan tanpa perbedaan pula, Indonesia tidak akan ada, sampai tujuh dekade lebih lamanya. 

Oleh karena itu, hendaknya selalu kita jaga perbedaan yang ada, tanpa berselisih atau bahkan mencederai orang-orang karena ikhtilaf ulama yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline