Lihat ke Halaman Asli

arya putra

There's no obctacle moreover challenge

Leniency Program Kunci Menanggulangi Kartel dalam Persaingan Usaha di Indonesia

Diperbarui: 12 Agustus 2023   10:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia masih mengatur tindakan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diatur melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Berbagai macam pengaturan untuk mencegah kerugian yang dialami oleh Pelaku usaha dan kerugian konsumen, maka Komisi Pengawasan Persaingan Usaha akan meneliti hingga memberikan sanksi apabila terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat. Banyaknya tindakan pelaku usaha yang terjadi demi mendapatkan keuntungan dan rendahnya persaingan di pasar melalui penetapan harga dan kartel. Menurut Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU Nomor 5 Tahun 1999, menyebutkan;

  • Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
  • Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi
  • Suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan;atau
  • Suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

Bagaimana Skema Terjadinya Kartel di Indonesia ?

Undang-undang telah mengatur larangan penetapan harga (price fixing) tetapi masih sering terjadi tindakan tersebut yang berpotensi merugikan konsumen yang disebabkan oleh mekanisme pasar (market mechanism) tersebut. Sejatinya, Pemerintah hanya sebagai regulator dan tidak dapat masuk dalam mekanisme pasar melainkan, peran pengawasan persaingan usaha oleh pemerintah wajib dilakukan demi meminimalisir tindakan tidak fair pada pasar. Tindakan anti persaingan dapat dikategorikan ke dalam dua modus, yaitu modus persengkokolan dan modus unilateral atau tindakan sepihak pelaku usaha. Persengkokolan terjadi antara dua atau lebih pelaku usaha yang melakukan perjanjian bersifat restrictive, misalnya penetapan harga (price fixing), pembagian pasar (market allocation), dan persengkongkolan tender (bid rigging) . Dalam tindakan tersebut baik penetapan harga, pembagian pasar, dan persengkongkolan tender dapat dikategorikan sebagai tindakan kartel dalam pasat. Menurut Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan;

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

Pendekatan Tindakan Kartel di Indonesia ?

 

Tindakan kartel di Indonesia belum dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa seperti negara-negara maju telah menentukan penetapan harga yang merugikan pelaku usaha dan konsumen merupakan kejahatan luar biasa. Dalam pendekatan tindakan kartel di Indonesia masih dilakukan melakui rule of reason. Pendekatan rule of reason bermaksud bahwa memberikan kesempatan kepada pelaku usaha yang diindikasikan melakukan persaingan usaha tidak sehat sehingga mengetahui mengapa pelaku tersebut melakukan kesepakatan penetapan harga dalam persaingan usaha. Untuk menemukan kartel juga bukan perkara mudah dikarenakan pelaku kartel (cartelist) cenderung menjalankan perilakunya secara diam-diam dan oleh sebab itu diperlukan upaya khusus dari otoritas persaingan usaha untuk mengungkapkan keberadaan kartel . Proses pengungkapan keberadaan kartel di Indonesia belum diatur secara perundang-undangan bahkan itu menjadi hal penting diterapkan di Indonesia sehingga memberikan kelonggaran hukuman sanksi bahkan tidak diberikan hukuman sanksi terhadap komisi. Namun, dalam Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan

  • Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
  • Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pekaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil
  • Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang oleh ditimbulkan oleh pelaku usaha;dan
  • Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha

Penulis menganalisa perlunya UU Nomor 5 Tahun 1999 untuk mengatur leniency program demi membongkar kartel dalam persaingan pasar. Di beberapa negara yang telah menganut leniency program ini terbukti telah menunjang keberhasilan penegakan hukum kartel dengan menyediakan otoritas persaingan usaha, alat yang sangat efektif (key tool) untuk mendeteksi keberadaan kartel . Tujuan adanya alat pemgungkapan kartel ini adalah justru hukum sangat diperlukan, karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas di satu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi di lain pihak, agar dapat mencegah timbulnya konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut. Di Uni Eropa, 24 dari 27 negara anggota Uni Eropa telah mengadopsi leniency program sejak 1996 . Leniency program terbilang sukses karena mampu membngkar berbagai macam kasus kartel, dengan total denda mencapai 3 Miliar Euro yang terkumpul dari 19 kasus yang melibatkan lebih dari 100 perusahaan

Pentingnya Indonesia menerapkan Leniency Program secara tidak langsung dalam Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 1999, menyebutkan;

  • Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
  • Atau mematika usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

Perlukah Leniency Program Dalam Pengungkapan Kejahatan Kartel diterapkan di Indonesia ?

Seperti kasus kelangkaan minyak goreng yang terjadi pada tahun 2022 yang baru saja diputus melalui Perkara Nomor 15/KPPU-I/2022 Tentang Dugaan Kelangkaan Minyak Goreng telah diputus bahwa adanya 7 dari 27 perusahaan produksi minyak goreng di Indonesia sah melakukan tindakan perjanjian yang dilarang atau disebut kartel. Ketujuh perusahaan tersebut diputus dengan menerima denda sebesar Rp.71.28 Miliar. Denda tersebut merupakan suatu pemulihan ekonomi sehingga mampu mengembalikan keadaan ekonomi yang kondusif. Namun, dari kasus tersebut masih sulitnya penegak hukum persaingan usaha di Indonesia dalam mengungkapkan kasus kartel dengan masih merajalelanya tindakan yang mengganggu kesejahteraan konsumen. Penerapan Leniency program akan menjadi keunggulan pengungkapan tindakan pelaku usaha dalam penguasaan pasar yang mengakibatkan praktek monopoli seperti menghalang-halangi kegiatan usaha pada pasar bersangkutan dan mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan yang terjadinya praktek monopoli. Penulis menganalisa bahwa UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih kurang konsisten dalam pemberantasan pelaku persaingan usaha di pasar bilamana tidak ada alat yang dapat melumpuhkan praktik tidak sehat di pasar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline