Lihat ke Halaman Asli

Arya PrimatamaEffendi

Mahasiswa semester 7 jurusan Hubungan Internasional di Fisip UIN Jakarta.

Bayang-bayang Amerika Serikat dalam Pembelian Jet Tempur Dassault Rafale

Diperbarui: 7 Mei 2023   01:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kontrak kerjasama antara Indonesia dengan Prancis mengenai pembelian alutsista yakni pesawat jet tempur Rafale menjadi perbincangan hangat di masyarakat luas, dikarenakan sistem pertahanan Indonesia yang sangat memerlukan pembaharuan dan penambahan jumlah unit untuk memperkuat negeri dari sabang sampai merauke khususnya wilayah pertahanan udara.

Indonesia pada awalnya memiliki beberapa pilihan untuk menambah kekuatan udara, dalam hal ini beberapa jenis jet tempur masuk ke dalam daftar yang dilirik oleh Kementerian Pertahanan melalui Menteri Pertahanan bapak Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto. Selain Dassault Rafale buatan Prancis ada juga Sukhoi Su-35 buatan Rusia yang dilirik oleh Kementerian Pertahanan pada saat itu, kedua burung besi petarung itu menjadi incaran Indonesia yang tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sesuai dengan kebutuhan yang akan dioperasikan nantinya oleh TNI Angkatan Udara selaku Operator jet tempur tersebut.

Bila melihat sang pesaing dari Dassault Rafale yakni adalah Sukhoi Su-35 yang memiliki kemampuan untuk melacak musuh sampai jarak 250 mil atau setara dengan 400 kilometer yang berarti sudah hampir setengah lebih bagian dari Indonesia mampu dijangkau oleh burung besi ini, kemampuan jet tempur ini sangatlah mempuni apalagi jangkauan terbangnya yang bisa mencapai 2.800 mil jauhnya yang sangat kuat untuk menangkal serangan udara dari berbagai aspek. Jet tempur buatan Rusia ini menjadi jet tempur yang mematikan apalagi melihat rekam jejak dari semua seri Sukhoi yang tidak bisa dianggap remeh menjadi salah satu hal yang dapat menggoyangkan kubu barat.

Sedangkan dari Rafale juga memiliki beberapa hal yang perlu diperhitungkan yakni kemampuan pertempuran jarak dekat atau dog fight yang begitu lincah serta kemampuan membawa amunisi lebih banyak menjadi nilai tambah bagi jet tempur ini, walaupun pesawat ini masih merupakan generasi 4,5 dimana sudah banyak Negara yang mulai mengoperasikan pesawat tempur generasi 5 bahkan mulai ada beberapa pengembangan jet tempur generasi 6 yang dimulai dan tentu saja lebih canggih.

Walaupun Sukhoi Su-35 memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh Dassault Rafale dan lebih diunggulkan, akan tetapi Indonesia menjatuhkan pilihan kepada jet tempur asal Prancis yakni Dassault Rafale dikarenakan aspek perawatan yang lebih terjangkau sehingga Indonesia memborong total 42 jet tempur Dassault Rafale tersebut dengan nilai kontrak mencapai  US$8,1 Miliar atau setara dengan 118 triliun (kurs Rp14,674/US$).

Hal ini dikarenakan banyak aspek, selain perawatan lebih efisien, pengaruh posisi Indonesia dengan pihak barat maupun pihak timur juga mengambil peran dalam keputusan pembelian burung besi penjaga NKRI tersebut, kesepakatan yang terjadi antara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly. Kesepakatan antara Indonesia dengan Prancis ini melewati proses yang panjang dan lama dengan berbagai pertimbangan untuk mencapai titik optimal demi perkembangan alutsista menjadi lebih mumpuni untuk mengimbangi kemampuan personel demi keamanan NKRI.

Akan tetapi bukan hanya hal tersebut yang menjadikan Indonesia kemudian memutuskan memborong jet tempur Rafale itu, ada juga aspek tekanan dari Amerika Serikat yang menghantui Indonesia yaitu adalah karena faktor instrument hukum Amerika Serikat, yakni Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Serikat melalui sanksi (CAATSA). Hal ini yang diyakini menjadi pertimbangan Menteri Pertahanan memutuskan untuk memborong jet tempur Rafale, apalagi Indonesia juga memliki 33 unit jet tempur F-16 yang saat ini masih dalam tahap pembaharuan alutsista secara berkala.

Jet tempur F-16 merupakan pesawat dari pabrikan Lockheed Martin dari Negara Amerika ini bisa dibilang merupakan pesawat tempur yang sudah diakui kehebatannya di berbagai Negara dan banyak sekali populasinya, Indonesia juga memiliki puluhan unit yang menjadi benteng pertahanan udara sejak tahun 1989 bergabung dengan jajaran alutsista Indonesia. Pembaharuan Alutsista dan juga perawatan dengan komponen suku cadang yang dikirim dari Amerika membuat Indonesia secara tidak langsung terikat dan tidak bebas sepenuhnya dalam penentuan keputusan membeli jet tempur baru, karena apabila Indonesia memutuskan mengambil Sukhoi maka dikhawatirkan pasokan komponen suku cadang untuk jet tempur F-16 akan diberhentikan pengirimannya oleh Amerika kepada Indonesia. Hal itu merupakan kerugian yang sangat besar bagi Indonesia karena mungkin bisa saja di masa yang akan datang masa pensiun F-16 akan semakin dipercepat karena hal tersebut bisa terjadi.

Indonesia memang menganut sistem politik luar negeri yang bebas aktif dan menjadi Negara netral dengan tidak bergabung kepada blok barat atau blok timur, akan tetapi peristiwa seperti ini yang membuat Indonesia menjadi seperti mendapatkan kerugian karena tidak bisa memilih keputusannya dengan bebas, melainkan harus mempertimbangkan tekanan yang ada dari blok barat yakni Amerika Serikat dan sekutunya yang secara terang-terangan melakukan apapun untuk dapat menekan dan memaksa berbagai Negara yang sudah terlibat untuk mengikuti apapun keinginannya serta menjatuhkan berbagai sanksi yang sudah pasti tidak adil.

Oleh karena itu sangat dibutuhkan ketegasan lebih kuat dan diplomasi yang berani dari pihak Indonesia dalam bidang pertahanan dan keamanan luar negeri serta aspek militer, agar kedepannya berbagai keputusan internal yang bertujuan untuk menjaga keutuhan NKRI menjadi bebas dan sesuai dengan kepentingan nasional Republik Indonesia serta bebas dari bayang-bayang blok barat yang selalu memiliki hegemoni untuk menguasai seluruh bagian dunia.

Namun keputusan Indonesia ini juga tentunya telah memiliki pertimbangan yang sangat matang dari berbagai pihak terkait, mulai dari perhitungan efisiensi alokasi anggaran, optimalisasi pengoperasian oleh TNI AU selaku operator, perawatan alutsista serta mengambil jalan tengah agar tidak terkena dampak dari ancaman Amerika Serikat tersebut bagi Republik Indonesia dalam waktu yang panjang serta menjaga hubungan diplomatik dengan berbagai Negara agar dapat menjadikan Indonesia tetap damai dan aman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline