Pada suatu hari yang suram dalam sejarah Indonesia, saya menetapkan dan menuliskan sebuah hari berkabung nasional. Hari ini bukanlah sekadar peringatan biasa, melainkan sebuah momen refleksi yang mendalam atas kematian demokrasi dan penegakan keadilan di negeri yang kita cintai ini. Indonesia, tanah air yang seharusnya menjadi tempat bagi kebebasan, keadilan, dan kesetaraan, kini berduka atas hilangnya prinsip-prinsip yang mendasari perjuangan kemerdekaan kita.
Demokrasi yang Tercecer di Jalan
Demokrasi adalah janji yang kita buat kepada diri kita sendiri dan kepada generasi yang akan datang. Ia adalah mimpi kolektif yang membentuk pondasi bangsa ini, di mana setiap warga negara memiliki suara, di mana keadilan menjadi pedoman, dan di mana kekuasaan tidak hanya menjadi milik segelintir orang. Namun, seiring berjalannya waktu, demokrasi di Indonesia perlahan-lahan tergerus oleh kepentingan politik sempit dan permainan kuasa yang menindas suara rakyat.
Kematian demokrasi di Indonesia bukanlah peristiwa mendadak. Ia adalah hasil dari serangkaian keputusan yang diambil tanpa mempertimbangkan kepentingan publik. Contoh paling mutakhir adalah revisi UU Pilkada yang disahkan secara tergesa-gesa oleh DPR, mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi yang seharusnya menjadi panduan hukum. Ketika lembaga legislatif lebih mengutamakan kepentingan politik daripada keadilan dan representasi rakyat, demokrasi perlahan-lahan kehabisan nafasnya.
Keadilan yang Tak Lagi Tegak
Penegakan keadilan adalah jantung dari setiap sistem demokrasi yang sehat. Ia adalah prinsip yang memastikan bahwa setiap warga negara diperlakukan sama di hadapan hukum, bahwa kekuasaan tidak digunakan untuk menindas yang lemah, dan bahwa setiap keputusan diambil dengan pertimbangan yang adil dan merata. Namun, di Indonesia, kita telah menyaksikan bagaimana keadilan seringkali dijual murah demi keuntungan politik jangka pendek.
Ketika DPR mengesahkan revisi UU Pilkada yang jelas-jelas bertentangan dengan putusan MK, MK yang kehilangan wajah dan marwahnya setelah kejadian sebelumnya dan baru saja ingin membalikkan keadaan ternyata langsung dibegal oleh orang-orang yang mengatasnamakan diri sebagai wakil rakyat, kita melihat bagaimana hukum bisa dilengkungkan sesuai keinginan penguasa. Keputusan yang diambil dalam hitungan jam, tanpa melalui proses deliberasi yang layak, mencerminkan betapa keadilan telah mati di tangan mereka yang seharusnya melindunginya. Rakyat yang seharusnya menjadi subjek hukum, kini hanya menjadi objek yang dipermainkan oleh mereka yang berkuasa.
Hari Berkabung: Sebuah Refleksi Nasional
Hari berkabung nasional ini bukan hanya tentang mengenang kematian demokrasi dan keadilan, tetapi juga tentang merenungkan peran kita sebagai warga negara. Apakah kita telah cukup menjaga nilai-nilai yang menjadi dasar berdirinya republik ini? Apakah kita telah cukup bersuara ketika ketidakadilan terjadi di depan mata kita? Atau apakah kita telah berdiam diri, membiarkan demokrasi dan keadilan direnggut tanpa perlawanan?
Momen ini adalah kesempatan bagi kita semua untuk bangkit, untuk tidak membiarkan kematian ini menjadi akhir dari perjalanan bangsa. Kita harus melihat hari ini sebagai panggilan untuk bertindak, untuk memperjuangkan kembali apa yang telah hilang, dan untuk memastikan bahwa demokrasi dan keadilan dapat hidup kembali di negeri ini.
Harapan di Tengah Duka