[caption caption="Ilustrasi : Disuapi informasi berlebih"][/caption]Di malam yang sejuk akibat hujan ini, timeline Facebook mendadak heboh akibat keluhan beberapa rekan yang mengaku postingannya hilang dari peredaran. Postingan tersebut berisikan kabar mengenai eksekusi mati seorang rohaniawan Katolik yang diculik oleh ISIS di Yaman. Menjadi viral karena eksekusi mati yang diberitakan tersebut jauh dari kata lumrah. Sang rohaniawan yang bernama Fr. Tom direncanakan untuk dibunuh dengan cara disalib bertepatan dengan peringatan Jumat Agung pada 25 Maret 2016 yang lalu. Namun, hingga kini belum ada konfirmasi resmi dari pihak-pihak terkait yang menyatakan kelanjutan dari nasib Fr. Tom yang berada di tangan ISIS. (Link disini)
Peristiwa ini cukup menggelitik bagi saya, terlepas dari betapa kejinya cara eksekusi yang dilakukan oleh ISIS tersebut. Sejatinya, peristiwa pembunuhan dengan cara apapun adalah hal yang biadab dan keji. Apalagi hidup adalah hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia. Senada dengan kehidupan adalah hak asasi, hak berpendapat pula kini telah naik status menjadi bagian dari asasi manusia. Nah, hak berpendapat, termasuk di dalamnya berkomentar dan menyebarkan informasi ini terkadang keluar dari jalur yang semestinya. Ada yang tergesa-gesa tersentuh hatinya, ada pula yang berkomentar, berdoa, re-share, bahkan ada pula yang acuh tak acuh. Lantas, sikap apakah yang terbaik dalam menyikapi setiap informasi yang beredar?
1. Tetap Tenang dan Berpikir Luas
Ketenangan menghadapi sesuatu adalah kunci. Terkadang, kepanikan ataupun kekuatiran berlebih tidak akan membawa kita kepada solusi yang pasti, malahan menjerumuskan kita ke jurang yang lebih luas. Masihkah kita ingat akan postingan seorang ibu yang me-re share info dari kawannya tentang aksi paedofilia di sebuah Mall di Bandung? Setelah dikroscek oleh pihak Mall, ternyata informasi yang beredar itu tidak benar sepenuhnya. Banyak dari kita senang menyebarkan informasi hanya dengan dasar "Katanya sih..." padahal katanya itu seharusnya dikroscek menjadi "Kata siapa?" lalu perlu pula dikroscek apakah si Siapa itu mengalami kejadian itu atau hanya sekedar nyeplos.
Berpikirlah secara luas, karena tidak selalu persoalan dapat terjadi oleh faktor tunggal. Demikian juga dengan berita yang beredar. Terkadang, ada berita-berita yang dimodifikasi dengan lebay dengan tujuan supaya kita meng"klik" berita itu, membaca kemudian menyebarkannya. Percaya atau tidak, informasi yang busuk akan dengan cepat menyebar. Tidak percaya? Coba campurkan telur busuk ke dalam adonan kue, niscaya kue yang sejatinya enak pun harus terkena dampak busuknya.
Setiap manusia memiliki jalan pikirnya tersendiri, ketika satu orang menuangkan opininya dan dimakan oleh orang lain secara mentah, maka disitu bisa terjadi kekeliruan. Kita dianugerahi otak dan hikmat, dimana hikmat berasal dari pengertian dan otak berfungsi jika dijalankan. Gunakanlah keduanya itu ketika kita sedang berada di jagad maya.
Ingat, efek domino menyebar kabar buruk itu sangat cepat. Lebih baik kroscek ketimbang menyesal.
2. Alih-alih Prihatin, Lebih Baik Berdoa!
"Like dan Share, katakan amiin, jika kamu ingin bla...bla..bla" Please deh! Komen dan like yang kita berikan tidak akan memberikan manfaat apapun bagi si sakit, ataupun si jenazah dan lainnya yang ada di status atau gambar yang diunggah. Sebaliknya, tingginya jumlah likes hanya akan dimanfaatkan oleh si akun-akun yang menjual postingan itu.
Ketimbang menunjukkan prihatin lewat komen ataupun like, share berita, ataupun update status, adalah terlebih baik ketika kita berdoa. Jika memang niatannya mendoakan seseorang atau sesuatu, ya doakanlah secara pribadi langsung kepada Pencipta, tak perlu lewat perantara media sosial. Memangnya di jagad lain sana sang Tuhan memegang gadget ?
3. Counter Pembodohan Otak dengan Literasi