Lihat ke Halaman Asli

Tercabutnya Ilmu dari Umat (Resensi Buku)

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul resensi : TERCABUTNYA ILMU DARI UMMAT Judul buku : SELAMAT JALAN PEJUANG Penulis : Dr. Yusuf Al-Qardhawi Penerbit : GIP (Gema Insani Press) Ketebalan : 269 Halaman

Para ulama adalah pewaris para nabi. Keikhlasan, keteguhan, kesabaran, akhlak, amanah yang ada pada di diri nabi tertularkan. Tertularkan kepada para ulama.

Jika para sahabat ra meneladani Rasulullah saw, tidaklah aneh. Kesabaran Bilal ra, keluarga Yasir ra ketika disiksa. Kepiawaian Mushab bin Umair ra dalam berdakwah. Keberanian Hamzah ra ketika berperang. Semuanya akibat ‘tertular’ dari Rasulullah saw. Sekali lagi wajar. Pasalnya mereka dekat dan berada di sisi beliau saw.

Lalu bagaimana orang-orang yang hidup di abad 20? Terlebih khusus para ulamanya. Keikhlasan dan semangatnya dalam berdakwah, benar-benar mencerminkan dan meneladani Rasulullah saw.

Almarhum Ustadz Anwar Al-Jundi contohnya. Keikhlasannya sulit mendapat tandingannya. Kesungguhannya berdakwah lewat pena, perlu diacungkan jempol.

Menurut catatan Dr Yusuf Al-Qaradhawi, ustadz Anwar Al-Jundi menggeluti dakwah lewat pena sudah sedemikian lamanya. Coba perhatikan kesaksian Dr Yusuf Al-Qaradhawi, “Dia (Anwar Al-Jundi) terkenal dengan produktivitas tulisannya, konsentrasi yang total untuk menulis dan ilmu pengetahuan, yang menggunakan penanya untuk kepentingan Islam, kebudayaannya, peradabannya, dakwahnya dan umatnya selama lebih dari setengah abad.” (halaman 21)

Anwar Al-Jundi juga sering menulis artikel di majalah Manar Islam di Abu Dhabi. Suatu hari para pembaca dikejutkan oleh pengumuman majalah itu yang meminta Ustadz Anwar Al-Jundi agar dia mengirimkan alamatnya ke redaksi majalah, sehingga redaksi dapat mengirimkan honornya yang terlambat mereka berikan. Ini artinya dia tak meminta apa yang seharusnya menjadi haknya, apalagi dia sampai memaksa seperti yang lain (hal. 27)

Pada suatu ketika, Almarhum Asy-Syekh Ali Thanthawi pernah me-muhasabah dirinya (introspeksi dirinya), “Saya telah menulis selama enam puluh tahun penuh, dan selama itu saya menerima bayaran atas tulisan saya. Karena saya adalah penulis professional. Saya telah menulis ribuan artikel. Di sini saya ingin memuhasabah diri saya.”

Pertama saya ingin bertanya kepada diri saya sendiri, “Hai diriku, apakah engkau mau menulis sesuatu yang bertentangan dengan agama. Jika engkau diberikan ratusan juta atas tulisanmu itu?” Saya menjawab dengan yaki dan jujur, “Tidak.”

Saya bertanya lagi, “Jika tidak ada orang yang melakukan nahi mungkar, selain dirimu, hai jiwaku, dan nahi mungkar itu adalah kewajiban syariat, apakah engkau akan menolak untuk melakukan nahi mungkar itu, karena engkau tidak diberikan bayaran atas tulisanmu itu?” Dan saya mendapat jawaban yang yakin dan jujur dengan mengatakan, “Tidak.” (hal. 51)

Mungkin banyak orang yang sudah kenal dengan ustadz Sayyid Sabiq, dialah penulis buku Fiqih Sunnah. Tapi tahukah para pembaca, ternyata ustadz Sayyid Sabiq pernah di penjara dan beliau mengadakan pengajian fiqih di sana. (hal. 147-148)

Kisah-kisah para ulama yang semuanya telah tiada ini, dapat ditemukan dalam buku Selamat Jalan Pejuang, karya Dr Yusuf Al-Qaradhawi. Selain mereka bertiga juga dapat ditemukan kisah Asy-Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Asy-Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Adil Husein, Dr. Muhammad Quthbah, Abdul Halim Abu Syuqqah, Umar Baha’uddin Al-Amiri dan sebagainya.

Membaca kisah para ulama ini kita akan menemukan berbagai ‘kejutan’. Diantara mereka ada yang piawai dalam membuat syair. Syairnya begitu menyentuh dan religious. Halaman demi halaman, penulis membahas kepiawaian ulama ini dalam bersyair. Sehingga saya sebagai pembaca bertanya-tanya, “Kok ulama ini hanya tahu syair saja? Bagaimana dengan ilmu agamanya?”

Selain itu, saya menilai ulama ini lebih cocok diberi predikat sebagai penyair. Tapi ternyata, dia memang seorang ulama dan ada lagi predikat/profesi lainnya yang mengejutkan saya.

Ada lagi ulama yang ternyata bukan saja menguasai ilmu fiqih, tapi dia juga menguasai hukum-hukum positive, karena dia memang lulusan Fakultas Hukum.

Buku sejarah tentang para sahabat Rasulullah, para tabi’in sudah banyak ditemukan. Tapi, buku tentang para ulama abad 20, mungkin masih bisa dihitung dengan jari.

Nama penulisnya sudah merupakan jaminan. Kelebihan lainnya, Dr Yusuf Al-Qaradhawi bertemu langsung dengan para ulama yang ditulisnya. Sehingga dia dapat melihat mereka langsung. Bagaimana sikap, kerendahan hati, ketulusan mereka dan sebagainya.

Kekurangannya, riwayat hidup para ulama abad 20 ini, tidak dibahas sejak mereka kecil. Bagaimana mereka dapat mencapai pencapaian seperti ini.

Menurut saya buku ini bukan hanya cocok untuk para da’i. Buku ini juga cocok untuk umum. Karena di dalamnya mengajarkan ketulusan, keikhlasan, kesungguhan, semangat berbagi dan sebagainya.

Sumber image:http://pustakaiman.blogspot.com/2011_11_01_archive.html




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline