Tren memasukkan anak di sekolah swasta unggulan semakin meningkat. Adanya penyetaraan kualitas sekolah negeri saat ini dengan pelaksanaan sistem zonasi membuat image sekolah unggulan negeri mulai terkikis. Ada kebanggaan lebih ketika sang anak bisa memasuki sekolah swasta unggulan. Hal ini sebanding dengan harga yang harus dibayar. Dibutuhkan usaha yang lebih tentunya. Para wali siswa harus menabung dari jauh-jauh hari karena biasanya sekolah swasta unggulan menetapkan biaya pendidikan yang cukup besar dibandingkan sekolah lain. Selain itu, sekolah swasta unggulan biasanya membuka pendaftaran jauh-jauh hari. Terkadang, wali siswa harus melakukan pemesanan tempat paling tidak setahun sebelumnya agar anak bisa mendapatkan kursi di sekolah tersebut. Gaya hidup sekolah swasta unggulan juga berbeda. Pada umumnya barang-barang yang digunakan para siswa juga merupakan barang-barang bermerk. Selain itu, tuntutan akademis yang tinggi membuat anak untuk les beberapa mata pelajaran misalnya matematika, bahasa inggris, dsb sejak dini demi masuk di sekolah unggulan ini. Belum lagi, adanya kompetisi-kompetisi baik secara lokal, nasional maupun internasional juga membuat anak meluangkan ekstra waktu untuk belajar ataupun berlatih lebih.
Salah satu kekhawatiran wali siswa yang ingin memasukkan anak di sekolah swasta unggulan adalah menilai anak belum bisa apa-apa nih.
"Apa ya bisa mengikuti pelajaran?"
"Apa ya bisa berprestasi juga seperti teman lain yang sudah mengikuti les-les sejak dini meski anak kita tidak diikutkan dalam les-les tersebut?"
Jawabannya : "Bisa, selama ada niat dan usaha untuk mengejar ketertinggalan." Yang jelas, kita harus meningkatkan kecepatan kita untuk mengejar pelajaran. Untuk mencapai hasil yang maksimal, peran orang tua sebagai pendamping harus dilakukan secara maksimal pula. Tidak bisa hanya pasrah pada skeolah saja karena sekolah hanya akan memberikan stimulan awal saja.
Adanya kompetisi sendiri sebenernya dapat memacu meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri siswa. Tips awal yang perlu diperhatikan ketika anak akan diikutkan dalam sebuah kompetisi adalah perlu diperhatikan kesiapan anak baik secara mental dan kemampuan dalam menghadapi kompetisi.
Setiap kompetisi memiliki tipe kesulitan yang berbeda. Misalnya saja dalam kompetisi matematika, ada soal kompetisi yang memang dirancang secara sederhana namun penekanan nilai lebih berdasarkan kepada kecepatan dan ketepatan, ada juga kompetisi dengan soal-soal konsep, ada juga kompetisi menggunakan soal-soal cerita bernalar, ada yang membutuhkan kemampuan mencerna soal dalam bahasa asing, dsb.
Mengikutkan anak terlalu dini untuk berkompetisi bisa menyebabkan siswa stres dan menjadi enggan untuk berkompetisi lagi seandainya selalu mengalami kekalahan. Sangat perlu diperhatikan untuk memilih waktu dan kondisi yang tepat ketika ingin mengikutkan anak berkompetisi. Begitu banyak wali siswa yang di awal sangat antusias untuk mengikutkan siswa kompetisi dengan level yang terlalu sulit sedangkan siswa belum terlalu siap dalam menghadapi kompetisi tersebut sehingga anak jadi enggan untuk mengikuti kompetisi lainnya kembali.
Ada nasehat yang sangat penting untuk diterapkan dalam berkompetisi yaitu "Mulailah dari yang paling mudah terlebih dahulu."Saya sudah berusaha untuk menerapkan nasehat ini. Alhamdulillah, anak mendapatkan kepuasan dari kompetisi yang berskala kecil dulu (dari lomba di tingkat RW, lomba di mall/tempat-tempat rekreasi) dan mau mencoba lagi untuk berkompetisi di skala yang lebih besar. Sebagai alternatif pilihan untuk memulai kompetisi di awal yaitu bisa memilih kompetisi yang menawarkan piala motivasi ataupun tiket bermain sebagai fasilitas kompetisi sehingga membuat anak lebih bersemangat mengikuti kompetisi.
Hal terakhir yang juga perlu kita sadari kembali adalah setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Tidak harus selalu berprestasi dalam bidang akademik, bisa juga anak memiliki bakat dan kemampuan lebih di bidang yang lain. Biarkan mereka mengeksplor kemampuannya di bidang apapun, jangan pernah membatasi.