Lihat ke Halaman Asli

Menikmati Ekowisata Hutan Mangrove Pandansari ala Brebes

Diperbarui: 26 Maret 2017   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gapura Tracking Mangrove Pandansari (Dok. Yani)

Antusiasme dunia pariwisata yang semakin meningkat membuat masing-masing daerah berlomba-lomba menggali potensi alam dan budaya setempat untuk dijadikan daya tarik wisatawan. Tak terkecuali Brebes, sekitar awal tahun 2010-an saya mengenal Brebes tidak memiliki pantai, kecuali Pantai Randusanga. Daerah pesisir utara umumnya didominasi ladang garam dan tambak. Tapi siapa sangka di Brebes kini ada tempat wisata bagus bertema ekowisata mangrove.

Ekowisata Pandansari ini mulai dilirik sekitar 2 tahun terakhir. Awalnya tempat wisata yang berlokasi di Dukuh Pandansari, Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes ini merupakan daerah tambak warga yang mengalami abrasi sekitar 20 tahun lalu.Seiring berjalannya waktu mulai ada inisiatif dari kelompok masyarakat untuk melawan abrasi dengan cara menanam pohon mangrove. Tahun 2012 saya sempat ke Desa Kaliwlingi, memang ada kabar kalau nantinya akan dibuka ekowisata di pesisir kawasan tersebut.

Akses jalan menuju Pantai Pandansari belumlah bagus. Terutama jika musim penghujan, banjir bisa memutus jalan sehingga tidak bisa dilewati. Beruntungnya saya dan teman-teman waktu itu, meskipun susah payah tapi mobil yang kami tumpangi masih bisa melewatinya. Kalau tidak berhati-hati, jalanan tanah yang becek dan lengket bisa menyebabkan ban mobil terperosok.

Jalan menuju Pantai Pandansari (Dok. Yani)

Suasana di Dermaga Pandansari (Dok. teman)

Wisata Pandansari menawarkan beberapa pilihan objek seperti pulau pasir dan trekkinghutan mangrove dengan biaya yang terbilang cukup murah. Awal Desember 2016,kami hanya membayar tiket masuk sebesar Rp. 15.000, harga ini sudah termasuk sewa kapal PP dari Dermaga Pandansari. Waktu berkunjung pun tidak dibatasi selama tempat wisata masih dibuka. 

Sesampainya di Dermaga Pandansari, kami menaiki perahu kecil menuju hutan mangrove. Tampak ibu-ibu penjual yang membawa sayur kangkung mentah, ikut menaiki perahu kami. Katanya sayur itu untuk dimasak di hutan mangrove. Saat itu masih pagi, air laut sedangpasang sehingga perahu hanya bisa berlayar menuju wisata trekking mangrove,tetapi kami tidak bisa ke Pulau Pasir. Sebaliknya, jika air laut sedang surut kami hanya bisa mengunjungi Pulau Pasir. Biasanya air laut akan surut sekitar jam 2 siang. Pulau Pasir sebenarnya merupakan pasir yang timbul di tengah laut sehingga membentuk pulau mini. 

Perahu melaju di antara hutan bakau dan perairan yang luas. Pemandangannya jangan ditanya deh, cantik sekali!! Ditambah lagi sensasi berperahunya. Pokoknya masih gak percaya kalau ini tuh di Brebes. Sejauh mata memandang hanya perairan luas dihiasi ranting-ranting dan pohon bakau. Sesekali kami berpapasan dengan perahu penumpang yang lain ataupun nelayan yang sedang mencari ikan. Di sisi utara,tampak ombak laut Jawa dari kejauhan. Di atas rimbunnya hutan bakau, muncul dua gunung tertinggi di Jawa Barat dan Tengah. 

Di sisi barat daya tampak GunungCiremai berdiri kokoh yang kerucutnya bak Gunung Fujiyama. Gunung Slamet tak kalah gagah memanjang di sisi yang lain. Burung-burung pantai tak mau kalah berlalu-lalang,membuat pemandangan semakin eksotis. Ternyata tambak yang dulu terkena abrasi berhektar-hektar itu kini bisa disulap menjadi ekowisata yang mempesona. Saya membayangkan jika air jenih mungkin bisa dipakai berenang atau snorkeling.

Berperahu di antara hutan bakau (Dok.Yani)

Pemandangan Gunung Ciremai (Dok.Yani)

Pemandangan Gunung Slamet (Dok. Yani)

Dermaga hutan mangrove (Dok. Yani)

Foto bareng di dermaga berlatar perairan dan Gunung Ciremai (Dok. Yani)

Di dalam hutan mangrove, sudah dibuat jalur trekking yang cukup nyaman untuk dilewatioleh pengunjung. Suara burung-burung terdengar bersahut-sahutan di antara rimbunnya bakau. Beberapa jenis ikan dan kepiting sesekali muncul daridalam lumpur di antara akar-akar bakau, membuat suasana semakin tenang dan asri. 

Beberapa spanduk bertuliskan ajakan untuk menjaga dan mencintai lingkungan disajikan dalam bentuk kalimat dan desain yang cukup menarik. Di sepanjang jalur trekking sudah disiapkan tempat sampah. Jadi, kalau ada yang masih membuang sampah sembarangan, ini sungguh sangat keterlaluan. Di ujung jalur trekking sudah disediakan tempat duduk untuk bersantai. Saat kami ke sana,sedang dibangun beberapa fasilitas lain untuk menikmati tempat wisata ini seperti jembatan dan menara pandang. 

Usaha pemda setempat didukung oleh warga untuk mengelola kawasan wisata ini patut kita acungi jempol. Harapannya tempat ini digarap dengan serius. Tidak hanya menjadi tempat wisata biasa saja, tetapi menjadi wisata edukasi dan memberikan dampak signifikan untuk memperbaiki ekosistem dan lingkungan pesisir, serta menambah pendapatan daerah tentunya.

Jalur trekking yang disediakan (Dok.Yani)

Spanduk berisi ajakan untuk menjaga hutan (Dok. Yani)

Sudah disediakan fasilitas tempat duduk dan tempat sampah (Dok. Yani)

Pohon Bakau (Dok. Yani)

Fasilitas jembatan yang saat itu sedang dalam tahap pembangunan (Dok. Yani)

Warga setempat (Dok. Yani)

Meskipun saya bukan warga Brebes, saya sangat menikmati dan senang sekali akan adanya Ekowisata Pandansari ini. Semoga saja animo masyarakat untuk berkunjung ke tempat ini berbanding lurus dengan kesadaran untuk mencintai dan melestarikan lingkungan.Dan jangan lupa, buang sampah pada tempatnya ya...
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline