[caption caption="Tjong A Fie (Dok. Yani)"][/caption]“There on the earth where I stand, I hold the sky. I hold the sky. Succes and glory consist not in what I have gotten but in what I have given” (Mr. & Mrs. Tjong A Fie).
Begitulah bunyi quote yang tertulis di balik selembar tiket masuk salah satu museum yang terkenal di Medan. Kota ini memang memiliki sejuta daya tarik dari sisi historis. Salah satu yang membuat saya penasaran yaitu Rumah Tjong A Fie (Tjong A Fie Mansion). Tepat setahun yang lalu akhirnya saya berkesempatan berkunjung ke sini. Tempat tersebut tak lain adalah rumah seorang konglomerat dermawan asal Tiongkok di abad ke-19 yang dijadikan museum. Karena letaknya di daerah Kesawan (Jalan A.Yani) dan berada di jantung kota Medan, kita akan dengan mudah menemukannya.
[caption caption="Letaknya di pinggir jalan (Dok. Yani)"]
[/caption]
Dari kejauhan, sudah terlihat papan namanya beserta gapura berkepala naga lengkap dengan lampionnya. Kebetulan waktu itu teman saya yang beberapa hari ini mengantar berkeliling Medan tidak mau ikut masuk. Akhirnya saya harus masuk sendirian. Tak apalah, daripada penasaran. Di depan Restoran Tip-Top yang bernuansa kuno, saya berjalan menuju sisi seberang.
Halaman Rumah Tjong A Fie cukup luas. Saat itu sedang tak banyak pengunjung di sana. Saya langsung mendekati sebuah meja untuk membeli tiket. Saya harus mengeluarkan uang sebesar tiga puluh lima ribu rupiah untuk sekali kunjungan. Harga tersebut bukanlah termasuk murah jika dibandingkan museum lain yang dikelola oleh pemerintah. Saya berharap ini akan sebanding dengan apa yang akan didapat di dalamnya.
[caption caption="Halaman depan Tjong A Fie Mansion (Dok. Yani)"]
[/caption]
[caption caption="Tiket masuk museum (Dok. Yani)"]
[/caption]
Setiap rombongan pengunjung mendapatkan seorang pemandu. Dialah yang akan mengantarkan kami melihat-lihat ruang demi ruang di dalam rumah tersebut. Tak hanya itu, iapun akan menjelaskan tentang sejarah Tjong A Fie secara garis besar. Berhubung saya hanya sendirian, sayapun diminta untuk bergabung dengan rombongan lain. Pemandu kami tak lain seorang pemuda yang masih berstatus sebagai mahasiswa USU. Ia mengaku baru beberapa bulan bergabung sebagai guide di Rumah Tjong A Fie. Dengan penuh keramahan dan semangat gaya khas anak muda, ia mulai memimpin para pengunjung untuk melihat-lihat bagian dalam museum.
Nuansa horor mulai terasa saat memasuki melewati pintu utama. Hmm, pantaslah teman saya tidak mau diajak ke sini. Di ruangan bagian depan terpajang foto Tjong A Fie dalam ukuran besar, beserta foto-foto keluarga besarnya. Namun pengunjung tidak diperkenankan memotret dengan menggunakan flash. Menurut si pemandu, dulu pernah ada kejadian yang memotret menggunakan flash malah ada penampakan yang aneh-aneh di fotonya. Entahlah benar atau tidaknya.
[caption caption="Ruang depan (Dok. Yani)"]
[/caption]
[caption caption="Foto keluarga (Dok. Yani)"]
[/caption]