Sisa hari masih panjang di sore musim penghujan Namun matahari lenyap sebelum waktunya karena awan telah menutupi cahayanya. Langit tak kuasa menolak mendung, ia berubah kelam. Awan hafal betul, hujan ingin turun Ia sudah rindu pada tanah dan ingin memeluk batang-batang pohon yang kering
Kabut turun perlahan mengaburkan pandangan Petir berteriak dan kilat mengiringinya Ia bersahabat dengan cakarawala yang gelap gulita Tetes air hujan turun malu-malu, mengetuk atap dan tiang-tiang kayu rumah Butiran air berhamburan dari atas daun-daun Tergelincir di atas payung-payung yang terbuka Tetesannya mengecup kuncup-kuncup bunga yang nyaris mekar Melahirkan embun kristal bening di atas daun talas Angin menggoyangkan ranting pohon Satu dua daun gugur dan hanyut di selokan Tunas-tunas bersemi di atas tanah basah Anak-anak kecil berlarian senang di jalanan yang banjir
Sementara aku menonton hujan di balik kaca jendela yang basah kena percikan Kuhirup harum tanah gersang yang kini telah basah kuyup Kunikmati rinai hujan yang melagukan musik dengan lirik puitisnya Saat kupenjamkan mata sesaat kulihat dirimu tersenyum dari hutan gerimis Melambaikan tangan seolah berkata “jangan pejamkan mata, aku mencintaimu seperti hujan ini”
Lalu akupun membuka mata, seketika itupun kau menghilang kembali Dan kini hujan telah reda, hanya tinggal gerimis yang tersisa Langit kembali memutih
Bogor, 12 November 2012 Silahkan lihat WPC-27 di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H