Siapa yang tak kenal dengan “Tahu Tempe”, ya tahu dan tempe merupakan makanan tradisional masyarakat Indonesia, yang umumnya biasa dikonsumsi oleh kalangan menengah kebawah, tetapi tak sedikit kalangan menengah atas yang juga menyukai makanan tradisional tersebut. Walaupun tahu tidak seperti tempe yang asli produk Indonesia, akan tetapi kepopulerannya di lidah masyarakat Indonesia tidak kalah dengan tempe. Tahu telah mengalami indigenisasi di Indonesia sehingga muncul berbagai varian tahu serta panganan berbahan tahu (http://id.wikipedia.org/wiki/Tahu), begitu juga dengan tempe yang mempunyai beberapa varian, bentuk, juga jenis panganannya.
Walaupun makanan tradisional, tetapi tahu dan tempe memiliki banyak kandungan gizi dan baik bagi kesehatan. Kita ambil contoh tempe, makanan yang menurut sebagian orang adalah makanan kaum rendahan ternyata memiliki nilai gizi yang baik. Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa juga disebut sebagai makanan semua umur (http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe).
Demikian juga dengan tahu, tak kalah dengan tempe, nilai kandungan gizi dalam tahu pun beraneka ragam. Tahu merupakan makanan andalan untuk perbaikan gizi, karena tahu mempunyai mutu protein nabati terbaik dan mempunyai komposisi asam amino paling lengkap dan diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (sebesar 85% -98%). Selain itu pada tahu juga terdapat berbagai macam kandungan gizi, seperti protein, lemak, karbohidrat, kalori dan mineral, fosfor, vitamin B-kompleks seperti thiamin, riboflavin, vitamin E, vitamin B12, kalium dan kalsium (yang bermanfaat mendukung terbentuknya kerangka tulang). Dan paling penting, dengan kandungan sekitar 80% asam lemak tak jenuh tahu tidak banyak mengandung kolesterol, sehingga sangat aman bagi kesehatan jantung. Bahkan karena kandungan hidrat arang dan kalorinya yang rendah, tahu merupakan salah satu menu diet rendah kalori (http://tautauenak.wordpress.com/kandungan-gizi-dan-manfaat-tahu/).
Tapi tahukah anda, bahwa tidak semua produk lokal tersebut berbahan baku lokal juga? Termasuk tahu dan tempe.
Ya, seperti kita ketahui bersama tahu dan tempe adalah produk lokal yang berbahan baku dasar kedelai, dan di Indonesia pasokan kedelai sebagai bahan baku utama tahu dan tempe sangat tidak mencukupi. Karena untuk kebutuhan nasional, setidaknya dibutuhkan 2,3 juta ton kedelai pertahun, sedangkan produksi lokal hanya 850 ribu ton pertahun, shingga diperlukan kedelai import untuk mencukupi kebutuhan bahan dasar tersebut. Hal ini yang menyebabkan kedelai import lebih mendominasi di Indonesia dengan presentase 60% lebih agar mencukupi kekurangan pasokan kedelai yang hampir 1,5 juta ton (http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2013/09/28/strategi-meningkatkan-produksi-kedelai-nasional-596782.html).
Sulitkah menanam kedelai?, atau pemerintah kurang memberi perhatian terhadap petani kedelai? Sehingga akhirnya banyak petani kedelai yang malas atau enggan menanam kedelai karena harga jualnya yang rendah dibandingkan dengan kedelai import(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/17/1507189/Bea.Masuk.Kedelai.Nol.Persen.Pemerintah.Khianati.Petani).
Sangat disayangkan kalau produk lokal seperti tahu dan tempe harus tergantung kepada pasokan dari luar negeri atau biasa disebut dengan kedelai import. Karena hal tersebut dapat membuat harga tahu dan tempe melambung, yang disebabkan oleh biaya produksi yang tinggi dan harga bahan baku yang lebih mahal. Diharapkan pemerintah dapat memberikan perhatian lebih kepada petani kedelai, supaya mereka bersemangat untuk meningkatkan mutu dan hasil dari pertanian kedelai mereka. Apabila hal tersebut dapat terwujud, bukan tidak mungkin Indonesia yang sebagian besar mayoritas penduduknya sangat menggemari tahu dan tempe tidak tergantung lagi kepada bahan baku kedelai import, bahkan bisa menjadi Negara peng export kedelai. Harga tahu dan tempe pun tidak akan mahal, karena tahu dan tempe identik dengan makanan tradisional untuk kalangan menengah kebawah sehingga kalau tahu dan tempe harganya menyamai harga daging, mau makan apa rakyat kecil yang ada di Negara ini untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka? Semoga ada kepedulian dari pemerintah mengenai hal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H