Lihat ke Halaman Asli

Hukuman untuk “Koruptor”?

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia adalah Negara yang kaya raya, dilihat dari sumber daya alam yang melimpah ditambah lagi dengan keindahan alam dan keanekaragaman budayanya. Apa yang tidak disediakan oleh alam Indonesia? Berbagai macam spesies hewan dan tumbuhan ada di alam Indonesia, bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa di Indonesia “batu dan kayu pun jadi tanaman”.

Namun kenyataannya, hal tersebut tidak dibarengi dengan kemajuan daerah yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah, karena terjadi banyak ketimpangan dalam kemajuan daerah yang ada di Indonesia, baik itu dari segi ekonomi, pendidikan maupun infrastruktur yang tersedia. Disatu sisi ada daerah yang sangat maju, disisi lain malah sebaliknya. Para aparatur pemerintahan pun seolah tidak peduli terhadap ketimpangan dalam kemajuan daerahnya. Alih – alih otonomi daerah yang katanya untuk memajukan daerah otonom, ternyata hanya sebagai akal – akalan untuk mempunyai kekuasaan sehingga dapat mengeksploitasi kekayaan alam daerahnya untuk dinikmati sendiri, maupun bersama golongan atau kelompoknya. Padahal mereka tinggal mengembangkan potensi yang dimiliki daerah tersebut dari sisi wisata alam, serta dapat memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk kepentingan bersama, dalam hal ini kepentingan rakyat daerah tersebut, dan bukan untuk dirampas oleh ketamakan dan keserakahan sendiri yang dalam hal ini sering kita sebut dengan korupsi.

Korupsi adalah bahaya laten yang saat ini sedang menjangkiti hampir seluruh instansi pemerintahan yang ada di negeri ini. Mereka seolah berlomba – lomba untuk memperkaya diri dan kelompok mereka dengan merampok uang Negara. Berbagai cara mereka gunakan untuk merampas yang bukan hak mereka, mulai dari mark up anggaran proyek, pengadaan barang dan jasa yang tidak diperlukan, melakukan kunjungan kerja yang berlebihan (tidak pada porsi seharusnya), dan masih banyak lagi modus yang mereka gunakan.

Karena korupsi ini pula rakyat menjadi sengsara. Banyak dana ataupun anggaran yang seharusnya untuk pembangunan dan kemajuan daerah dan Negara malah diselewengkan dan masuk ke kantong pribadi dan golongan. Alhasil, infrastruktur seperti jalan ataupun fasilitas umum yang menunjang kehidupan masyarakat urung dibangun. (http://pontianak.tribunnews.com/2013/12/10/solmadapar-jalan-di-kalbar-rusak-parah-karena-ulah-koruptor). Padahal jalan adalah bagian penting dalam kegiatan masyarakat sehari – hari untuk akses berdagang, sekolah, berangkat kerja, lalu lintas bahan pokok dan aktifitas lainnya.

Selain korupsi anggaran infrastruktur, dunia pendidikan pun diterjang oleh para koruptor. Modus korupsi yang biasa mereka lakukan dalam dunia pendidikan antara lain melakukan penyimpangan anggaran, mark up, dan penggelapan dana. Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama periode 2003-2013 ditemukan 296 kasus korupsi pendidikan yang disidik penegak hukum dan menyeret 479 orang sebagai tersangka. Kerugian negara atas seluruh kasus ini Rp 619,0 miliar (Laporan Kajian Satu Dasawarsa Korupsi Pendidikan, ICW 2013) (http://nasional.kompas.com/read/2013/11/12/1600001/Ironi.Korupsi.Pendidikan). Jumlah yang fantastis bukan? Harusnya uang sebanyak itu bisa untuk membangun gedung sekolah agar layak pakai dan menambah alat bantu mengajar seperti meja kursi, papan tulis, komputer, buku pelajaran, bahkan bisa membantu meringankan biaya pendidikan yang relative mahal di Negara ini.

Untuk kebutuhan bahan panganpun mereka korupsi, ketua KPK Abraham Samad mengindikasikan terjadi korupsi secara besar-besaran yang dilakukan aparat birokrasi untuk keuntungan pelaku kartel di sektor pangan."Di sektor pangan ada permainan kartel dari para importir dengan para aparatur negara," ujar Abraham, Kamis (12/12) (http://www.aktual.co/hukum/140959samad-ada-korupsi-besar-di-sektor-pangan). Apalagi yang tidak dikorupsi di Negara ini? Bahkan kitab suci (read: Al – Qur’an) juga mereka korupsi, para petinggi – petinggi negeri ini seperti sudah tidak mengenal surga, neraka, dan dosa(http://www.tempo.co/read/news/2013/10/25/063524691/Kasus-Korupsi-Quran-KPK-Tahan-Pejabat-Kemenag).

Apakah hukuman untuk para koruptor kurang berat? Atau hukuman “mati dan dimiskinkan” bagi koruptor perlu ditegakkan?

Sepertinya memang begitu (kurang berat hukumannya), lihat saja Negara Cina, mereka benar benar tegas dalam memberantas korupsi, semua koruptor mereka hukum dengan hukuman maksimal (hukuman mati). Bahkan cara menghukumnya pun cukup untuk membuat para pelaku korupsi berfikir 1000x untuk melakukan tindak korupsi, yaitu dengan dieksekusi mati didepan publik. Selain itu seluruh harta kekayaan dan property juga kendaraan milik koruptor dirampas oleh pemerintah, jadi keluarga koruptor pun mendapat imbas dari kegiatan korupsi anggota keluarganya. Ada satu ucapan terkenal dari perdana menteri cina Zhu Rongji yang melegenda dalam membrantas korupsi"Beri saya 100 peti mati, 99 akan saya gunakan untuk mengubur para koruptor, dan 1 untuk saya kalau saya melakukan tindakan korupsi" (http://bogor1975.blogspot.com/2013/11/di-cina-para-koruptor-dieksekusi.html).

Menurut saya, jika ingin Negara ini terbebas dari korupsi, kiranya pemerintah berani untuk menindak tegas semua pelaku korupsi seperti yang dilakukan oleh Negara Cina. Agar Negara Indonesia kita tercinta bisa maju dan berkembang dan tidak ada lagi kesenjangan sosial yang terjadi, toh itu semua demi kebaikan kita seluruh bangsa Indonesia. Semoga Indonesia benar – benar terbebas dari tindak “Korupsi”!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline