Lihat ke Halaman Asli

Aryanda Putra

Jika Kesalahan dan Kebenaran bisa untuk didialogkan, kenapa harus mencari-cari Justifikasi untuk pembenaran sepihak. Association - A Stoic

Suriah di Persimpangan Sejarah

Diperbarui: 15 Januari 2025   00:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-Aryanda Putra-

Tantangan Internal Pasca Revolusi

Siapa sangka, di tengah dentuman meriam dan asap yang membumbung tinggi, sebuah babak baru bagi Suriah justru ditulis dengan tangan rakyatnya sendiri. Bashar al-Assad, yang pernah kokoh di puncak kekuasaan selama lebih dari satu dekade, kini dikabarkan berada di Moskow, berlindung di bawah sayap Kremlin setelah ibu kota Damaskus jatuh ke tangan pemberontak. Drama politik ini bak serial yang penuh plot twist, tapi kali ini, panggungnya nyata.

Ada ironi besar di sini. Seorang presiden yang dulu berdiri dengan janji-janji besar, kini meninggalkan negerinya dalam kondisi porak-poranda. Rakyat yang dulu dibungkam kini bersorak di jalanan. Video-video di media sosial menggambarkan perayaan penuh emosi---Suara Takbir kemenangan menggema, kembang api di alun-alun, pelukan hangat, hingga air mata bahagia para pengungsi yang membayangkan kembali ke tanah air mereka.

Namun, kemenangan ini bukan tanpa noda. Kelompok pemberontak seperti Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang memimpin penggulingan Assad, menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan Suriah. Apakah mereka membawa harapan baru, atau justru menggantikan rezim lama dengan wajah baru yang sama kerasnya?

Perdana Menteri Mohammed Ghazi al-Jalali, yang memilih tetap di Damaskus, menawarkan visi damai dan pemilu bebas. Namun, di tengah euforia dan ketidakpastian, apakah suara rakyat benar-benar akan menentukan arah baru negara ini? 

Yang jelas, Suriah telah menunjukkan bahwa rezim otoriter, sekuat apa pun cengkeramannya, pada akhirnya bisa runtuh jika rakyat bersatu. Sebuah pelajaran pahit tapi berharga bagi siapa saja yang berkuasa tanpa mendengar suara rakyatnya.

Kini, Suriah berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada peluang untuk bangkit dari reruntuhan dan membangun kembali sebuah negara yang menghormati hak asasi manusia dan keadilan. Di sisi lain, ada ancaman konflik internal dan campur tangan asing yang bisa memperpanjang derita rakyat.

Bagi dunia, ini bukan hanya kisah tentang jatuhnya seorang diktator, tapi juga pengingat bahwa kekuatan sejati ada di tangan rakyat. Seperti yang terus diteriakkan oleh para rayat suriah ditengah euforia kemenangannya; "Suriah saat ini untuk orang Suriah." Dan semoga itu menjadi kenyataan, bukan sekadar mimpi.

Namun, realita politik tak pernah sesederhana itu. Euforia hari ini bisa saja berubah menjadi kekecewaan jika transisi kekuasaan tidak berjalan mulus. Kelompok Revolusi -yg bagi sebagian pemberitaan disebut kelompok pemberontak- seperti HTS, meskipun berhasil menggerakkan perlawanan hingga menggulingkan Assad, bukan tanpa kontroversi. Ideologi mereka yang -dianggap- radikal bagi sebagian kalangan bisa menjadi bom waktu bagi stabilitas masa depan Suriah.

Di sisi lain, komunitas internasional memandang momen ini dengan campuran harapan dan kekhawatiran. Rusia, yang selama ini menjadi pendukung setia Assad, kini terlihat berperan sebagai tempat perlindungan terakhir baginya. Langkah ini mengindikasikan kepentingan geopolitik yang lebih besar dari sekadar mendukung rezim tertentu. Apakah Rusia akan terus mencampuri urusan internal Suriah, atau justru mengambil langkah mundur setelah melihat kekalahan Assad?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline