Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Kasus Prita: Antara Pasien atau Konsumen?

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keprihatinan terhadap kasus yang menimpa Saudari kita Prita Mulyasari menyita banyak perhatian masyarakat, tidak tanggung-tanggung Bapak Fahmi Idris sampai bersedia membantu meringankan setengah dari beban yang harus ditanggung atas putusan pengadilan. Sebenarnya masih banyak kasus-kasus lain yang melibatkan pihak pemberi layanan kesehatan dan pihak penerima layanan kesehatan (sering disebut sebagai malpraktek).

Kasus malpraktek mencuat ketika satu pihak merasa tidak puas dengan pelayanan yang diterima, apakah terjadi kecacatan bahkan sampai yang menyebabkan kematian. Sebenarnya ketidakpuasan muncul ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Pertanyaannya bagaimana menghindari hal tersebut terjadi? Saya rasa cukup hanya satu kata yang menjelaskan semuanya...."JUJUR". Kejujuran terhadap konsumen akan kondisi yang sebenarnya selain akan membuat mereka mengerti keadaannya juga akan memberikan informasi apa yang harus mereka lakukan saat itu maupun kelak dikemudian hari, dengan kata lain merupakan sebuah proses pembelajaran dan pendidikan bagi mereka. Disisi lain konsumen selayaknya menggunakan haknya dengan bertanya mengenai kondisinya yang sebenarnya, apa masalah yang dihadapinya, mengapa sampai masalah itu muncul, apa yang harus dilakukan serta kemungkinan apa yang yang akan terjadi bila menjalani terapi atau tidak menjalani terapi termasuk resiko terapi itu sendiri.

Mengapa saya memilih kalimat "Antara Pasien atau Konsumen?" Meski dalam praktek sehari-hari saya masih menggunakan istilah "pasien" tetapi sejatinya bagi saya mereka adalah "konsumen", sama halnya dengan posisi konsumen terhadap restoran, bank, konsumen terhadap industri wisata, konsumen terhadap industri perdagangan. Pada dasarnya "pasien" itu adalah konsumen terhadap bidang "jasa kesehatan". Dahulu "pasien" berada pada posisi yang tidak bisa memilih, mau tidak mau harus menerima apa yang "diberikan" oleh sang dokter karena jumlah dokter yang sangat terbatas namun sekarang sudah banyak dokter, artinya banyak pilihan. Maka seharusnya "sang terpilih" lebih bijak dan mampu memberikan pelayanan yang berbeda dibanding lainnya.

Saya juga manusia biasa seperti yang lain, saya juga tidak lepas dari berbagai kekurangan. Terkadang saya juga merasa tidak menjalankan idealisme profesi saya namun sudah seharusnya kita harus memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan dan saya percaya itu. Mohon maaf atas segala kekurangan, semoga tulisan ini ada manfaatnya terutama bagi saya sendiri sebagai upaya untuk mengingatkan diri saya akan sebuah nilai idealisme profesi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline