Lihat ke Halaman Asli

Penjaga Malam

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Penjaga Malam, bukanlah seorang Arjuna.

yang mudah memetik setiap dawai melodi dalam kecupan bunga cinta.

Bukan pula seorang Pujangga.

yang pandai merangkai butiran kata-kata indah bagai mutiara yang sarat sejuta makna.

 

****

Puspa kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang masih terasa dingin. Tatapan kosong matanya terus menyisir di tiap sudut langit-langit kamar. Ketika desahan-desahan nafas sang Penjaga Malam tak pernah terdengar. Terlintas dalam tatapan matanya, terselip penuh sejuta tanya, "Akankah ku dengar irama dari bibir yang penuh hasrat?"

 

 

Bintang selalu pergi. Pergi tuk bergelut dengan pekatnya malam, merahnya darah, tajamnya pisau dan lirihnya sebuah tangisan.

 

"Aku pergi dulu, mungkin esok atau lusa aku kembali, entahlah.!!"

"Lho.,? mau kemana lagi, mas.?"

"Sudah lah.. semua tlah kuberikan..!!"

"Memang., dulu kamu pernah mempertanyakan kalimat itu, bukan..? tanya Bintang.

"Dan seharusnya, kau bisa menikmati apa yang pernah kau sampaikan."

"Tenang saja, yang penting aku masih mencintai mu, Puspa." sahut Bintang.

Puspa terus menatap kepergian Bintang dengan wajah penuh cacat.

Diam berdiri seribu rasa.

"mas..!! apapun tentang kau, aku tetap mencintai mu.!!" tandas Puspa lirih.

"Tanpa sepatahkatapun, toh Bintang tetap pergi.!!

Puspa harus rela kembali bersetubuh dengan dinginnya angin malam dalam kebekuan hati yang tak pernah memberi arti. Bercengrama dengan rintiknya hujan di malam hari tanpa kekasih.sepi dan kembali sepi.

 

 

Laut masih tampak membiru.

Batu karang masih dan tetap berdiri kokoh. Begitu kokoh, seakan terlalu rapuh untuk di runtuhkan. Begitu rapuh, seakan terlalu kokoh untuk di pertahankan. Dia kan tetap berdiri walau harus disayat oleh kerikil-ketikil tajam dan tamparan butir-butir bebatuan.

Puspa kembali sendiri. Jarang dia rasakan desahan nafas yang berpacu di dalam jiwanya. Detupan irama jantung, yang masuk kedalam setiap urat ke dalam tubuhnya, dan aliran deras darah yang mengalir kedalam sukmanya.

Suatu malam, terdengar sebuah sapaan lembut dari si Penjaga malam.

"Halo Puspa…gimana khabarmu..?"

"Eh,. Ohh baik mas..!!"

"Kamu sendiri, bagaimana mas..?"

"Gimana khabar anak istrimu.?, Aku kangen mereka, mas..!!"

"Puspa., jangan biarkan noda hitam terus membuatmu terlelap dalam pencarianmu."

"Tanggalkan semua baju kemarahanmu, berikan ruang sedikit saja untukku, agar ku bisa merasakah irama jantungmu, dan lembutnya hati mu. Ijinkan aku berbisik sedikit saja puspa.! "aku sayang kamu, puspa.!!" (bersambung).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline