Lihat ke Halaman Asli

Jangan Panggil Aku Raden.!!

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Air hujan tlah menjatuhkan rintikan terakhirnya, namun sang fajar yang belum mau menampakan wajahnya.  suara-suara mahkluk malam, baru saja tertidur dengan lelapnya. Lembutnya dekapan angin malam, terasa begitu kejam menusuk sampai kedalam sum-sum tulang belakang. Dikehengingan sepertiga malam yang mencekam, segenggam nyawa manusia tengah berjuang dalam kodratnya. hidup atau mati...!!! itu adalah pilihannya.

Tampak di sudut ruang, seorang laki-laki yang tampak paruh baya, kembali menyulut rokoknya yang baru saja dia matikan. entah, berapa batang rokok sudah dia hisap. laki-laki itu benar-benar tak bisa menikmati setiap jengkal hembusan nafasnya. Keringat dingin pun mulai membasahi hampir sekujur tubuhnya. Terpampang sudah, semua dosa-dosa yang setiap detik terus berlari mengejar dirinya.

Malam terasa semakin mencekam, tak kala sebuah lamunan tengah menerawang langit yang tampak tak berbintang. Selasa pahing di sepertiga malam, terdengar lengkingan tangisan seorang mahkluk yang baru saja terlahir dalam dunia nyata. seorang bayi laki-laki dari pasangan suami istri R.Koko Tazul Koeswara dan Sri Sukarsih.

"selamat ya pak.., bayi nya selamat ibunya sehat."

"alhamdulilah.. ya allah..!!"

"terima kasih ya, dok."

"iya pak.. sama-sama"

"boleh saya masuk dok.?" pintanya penuh harap.

"sebentar lagi, ya pak.? bayinya di bersihkan dulu"

Butiran-butiran air mata, baru saja jatuh. Sebuah kecupan kecil baru saja mendarat di kening sang ibu, sebagai tanda kasih dan sayang. Diantara, suara-suara dentuman dari sebuah senapan dari belakang rumah adalah menjadi sarapan sehari-hari. Di setiap menjelang malam, selalu di nina bobokan oleh sebuah kisah sandiwara radio, yang selalu berharap tuk bisa menjadi seorang Arya Kamandanu.

"pah.. anak ke-2 kita mau di kasih nama siapa"

"Raden Ristiandi Tazul Karnani" tandas nya tegas.

"ahh.. gak usah pake nama Raden pah.."

"lho kenapa.."?

Dan jawaban itu tlah dijawab, dari mulut ibuku yg selalu ku ingat :



gak usah aja, kita itu siapa..? kita tak butuh gelar yang diberikan manusia. gelar raden takbisa menjadi kita seorang raden. jadilah manusia apa adanya, janganlah mengharap tuk menjadi seorang yang penuh dengan segala keangkuhannya sebagai Raden. jadilah orang selalu rendah diri, tapi tak merendahkan diri sendiri. jadilah manusia yang tak gila hormat. orang akan menghormati mu bukan lantaran kau orang raden.!! tapi hormatilah orang lain, niscaya kau kan dihormati.

 

 

 

 

 

 

 

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline