Lihat ke Halaman Asli

Aryadi Noersaid

TERVERIFIKASI

entrepreneur and writer

Lapar Sangat di Gedung Bundar - Catatan Tepi

Diperbarui: 19 Oktober 2020   07:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang pejabat suatu departement tertangkap tangan oleh kejaksaan karena menerima gratifikasi. Satu persatu aliran uang ditelusuri dari rekening yang disita dan dari situlah saya mendapatkan amplop coklat panggilan pertama untuk hadir ke gedung bundar.

Panggilan pertama tak bisa dihadiri karena bebenturan dengan jadwal perjalanan dinas hingga akhirnya dipanggilan kedua membawa saya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya menemui penyidik digedung bundar.

Pemeriksaan Marathon pagi hingga siang dilakukan dengan dasar laporan seorang kontraktor yang terdeteksi memberi gratifikasi kepada sang pejabat dimana sang direktur berdalih pemberian tersebut adalah atas perintah kliennya yang bernama Aryadi Noersaid.

Mungkin sesuai metode penyidikan dimanapun. Penyidik dibuat seolah sibuk dan disetting beralih peran silih berganti. Pemeriksaan harus dimulai dari awal lagi ketika penyidik  pertama mengaku harus hadir dipersidangan kasus lain. Begitu berulang-berulang.

Karrna berstatus sebagai saksi, tak ada satupun penasehat hukum boleh mendampingi.

"Jika anda berpotensi sebagai tersangka barulah anda berhak didampingi pengacara," begitu tegas penyidik.

Panik? nggak. Bila saksi lain berwajah gelisah ketika kami berpapasan di koridor gedung bundar, saya memilih tersenyum tetapi tidak mengacungkan jempol seperti yang dilakukan para tersangka didepan kamera media. Ketika awal muncul ke gedung keramat sejak orde baru itu tak ada satupun wartawan yang mengenali saya, seonggok remahan rengginang diantara kasus-kasus korupsi raksasa.

Enam jam lamanya tanpa jeda membuat pemeriksa yang berganti ganti melirik jam tangannya.

"Anda nggak lapar?" tanyanya. Saya menggeleng meskipun perut terasa kosong.

"Itu ada nasi kotak, makan dulu ya pak!" sapanya lagi sambil menunjuk lima hingga enam nasi kotak yang tergeletak diatas meja sebelah.

"Saya nggak selera makan, nanti saja setelah selesai," jawab saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline