Lihat ke Halaman Asli

Aryadi Noersaid

TERVERIFIKASI

entrepreneur and writer

Tuhan Hadir di Pinggir Kota Sydney

Diperbarui: 2 Maret 2016   16:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kisah ini diawali ketika saya berkesempatan mengendarai Toyota Tarago sendirian dalam perjalanan pulang dari rumah salah satu family di Sydney yang saya lakukan minggu malam agar tiba di apartemen malam itu juga karena senin pagi pukul delapan sudah harus bekerja.

Dari kawasan Jalan Concord sekitar Olympic Stadium Homebush yang kala itu tengah dipersiapkan untuk olimpiade musim panas Sydney arah yang saya ambil seharusnya menuju utara ke arah Brisbane, namun cuaca yang gelap di pukul sembilan malam ditambah tanda-tanda papan konstruksi yang menutup petunjuk arah jalan membuat saya malah meluncur kearah Canbera di selatan. Jadi ibarat hendak pulang ke Bekasi, saya justru mengambil arah Tol Jakarta-Merak, salah arah seratus delapan puluh derajat.

Lalu lintas sepi, penunjuk jalan yang tertulis hanya M2 Motorway dan bertemu Southern Motor way. Jalan masuk ke Motor way ini tak berpintu, tahu-tahu mobil masuk kejalan berlajur empat yang lebar. Setelah sekian lama perjalanan, baru saya menyadari kesalahan bahwa saya telah memasuki sebuah jalan Tol,. Karena sadar salah arah maka hal pertama yang dilakukan adalah mencari putaran balik ke utara yang sayangnya baru dijumpai berpuluh kilometer kemudian.

Begitu melihat putaran menunjuk arah Fairfield di depan mata, segera saya memutar kemudi ke kiri menuju jalan keluar untuk berputar, namu tiba di ujung jalan keluar ternyata Tol itu dilengkapi pintu gerbang otomatis dengan model pintu e-toll card menghadang di depan. Disamping mesin pintu tol yang tak berpenjaga saya terpaku karena tak punya kartu, lagi pula memang saya tak tahu itu adalah jalan tol ketika masuk, Ini seperti jebakan batman. Bagi yang tak punya kartu tol, disediakan sebuah ring mirip ring basket lengkap dengan jalinan tali mirip keranjang yang memungkinkan orang untuk bisa membuka pintu tol dengan melemparkan uang coin 1,5 dollar dan sensor akan bekerja. Suasana sunyi senyap, bahkan selama sepuluh menit didepan gate karena kebingungan tak ada satupun mobil yang melintas atau menunggu dibelakang saya.

Saya rogoh kantong dan celakanya tak ada satupun uang receh yang saya punya dan hanya tersedia didompet beberapa lembar uang lima puluh dollar yang belum sempat saya tukar dengan uang kecil. Dua puluh menit menunggu orang lewat saya mundurkan mobil dan menepi di bahu jalan depan gerbang sampai akhirnya tak lama muncul satu pick up dengan lelaki tegap mendekat gerbang tol.

Sebelum ia membuka kaca pintu saya hampiri pria kulit putih ini untuk meminta bantuan atau paling tidak menukar uang. Tapi dengan suara beratnya yang ramah ia menggeleng dan hanya punya uang cukup untuk membuka gerbang bagi mobilnya saja, kebaikannya muncul ketika ia meminta saya menempelkan bumper kendaraan dibelakang pick upnya agar bisa keluar bersamaan, namun pintarnya pintu otomatis, pintu itu menutup segera ketika buntut pick up melaju. Mirip episode mister bean yang terjebak di tempat parkir, saya hanya bisa terdiam di balik gate yang tertutup. Pria ini berhenti dan menyesal sekali tak bisa membantu meski saya besedia merelakan uang lima puluh dollar saya untuk di tukar dengan satu buah koin sebesar satu dollar dan satu keping koin lima puluh sen, yang penting bisa keluar. Ketika saya bertanya apakah mungkin saya memungut uang di tempat keranjang mirip ring basket itu, ia mengatakan kamera akan aktif dan alarm akan berbunyi. Sebuah pilihan yang tak ingin saya ambil karena resikonya harus meringkuk di jeruji besi kantor polisi.

Gate ke Fairfield ini terletak di tanah pertanian yang sunyi dan hanya terhampar ladang gandum seluas mata memandang malam hari, tak seperti jalan jagorawi yang sarat dengan kendaraan apapun selama dua puluh empat jam, di jalan ini kendaraan hanya lewat satu dua saja dalam setengah jam, itupun tak belok ke gate Fairfield. Patut dimaklumi mengapa gate ini tak perlu ada penjaga karena si penjaga akan tak bekerja apa apa selama malam hari.

Saya terpaku dibahu jalan, menunggu kendaraan yang tak satupun lewat hingga pukul satu dinihari, padahal di pukul delapan pagi, saya harus sudah berada di kantor lagi dengan resiko jika tak hadir akan mendapatkan problem besar, pasti tak ada pemakluman bagi pekerja dari Asia seperti saya.

Selama malam itu, hanya lelaki ber pick up dan sebuah truk besar yang melintas di gardu tol itu, tak ada yang lain, keduanya tak bisa membantu. Sunyi dan dingin malam saya lalui dengan pikiran tak karuan. disinilah saya teringat Allah, di antara embun dan angin dingin dinihari saya dibawa oleh situasi untuk menyadari bahwa saat itu adalah saat sepertiga malam dimana Allah mengabulkan doa setiap orang yang tulus meminta. Malam itu saya tak meminta untuk hidup bahagia, atau hidup bergelimang harta benda, yang saya inginkan adalah bagaimana membuka pintu tol dan Allah bisa memberikan saya dua keping uang logam, satu setengah dollar.

Pukul dua dinihari saya tunaikan shalat Isya dalam mobil dengan bertayammum lalu meluncur doa sederhana agar saya bisa kembali ke kantor esok pagi dan “ Berikan saya uang logam ,ya Allah!”

Selesai berdoa, pikiran terbuka. Dengan asumsi mobil yang saya gunakan adalah mobil sewaan maka saya berinisiatif membongkar semua sudut lantai dan kompartemen di mobil. Karpet lantai saya sapu habis dan setiap kotak penyimpan saya keluarkan isinya berharap penyewa sebelumnya meninggalkan koin yang terjatuh di dalam mobil. Subhanallah, Uang logam satu dollar berwarna tembaga saya temukan di antara tongkat persnelling dan karpet!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline