Lihat ke Halaman Asli

Arya BayuAnggara

Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Sepenggal Cerita di Bulan September 2023

Diperbarui: 3 Juli 2024   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangkapan Layar dari Penampakan Masjid At Taqwa, Salo, di Google Map.

Pada September tahun lalu, dari tanggal 6 hingga 8, kami mengadakan trip dari Pekanbaru ke Lubuk Alung. Tujuannya sederhana, yaitu menghadiri resepsi pernikahan keluarga besar. Berangkat pada Rabu pagi, cuaca di Pekanbaru begitu muram saat itu. Mendung dan kabut tidak karuan. Bahkan, kami tidak tahu, apakah itu kabut atau aspa sisa pembakaran lahan yang sedang marak pada saat itu.

Keadaan yang kacau juga terlihat sepanjang trek Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang. Ketika itu, praktis yang terlihat hanyalah kabut putih yang begitu tebal. Sepanjang kiri dan kanan tol, tidak ada yang lain selain kabut.

Setelah itu, kami singgah sebentar di Masjid lingkungan salah satu markas militer Bima Sakti di Salo. Tujuannya? Alam memanggil. Mangkal sekitar sepuluh menit di sana, dan cuaca di tempat semakin gelap, alias mendung yang semakin tebal. Sedikit turun rintik air, walaupun belum sampai menjadi hujan.

Steelah itu, kami terus melaju melewati Jalan Lintas Bangkinang-Payakumbuh. Menuju Kuok, Rantau Berangin, Koto Panjang, Batas Sumbar-Riau, Rimbo Data, Pangkalan, Manggilang, Koto Alam, Hulu Aie, Kelok 9, dan Ketinggian. Itu adalah urutan nama daerah yang kami ingat. Mohon maaf kalau salah, atau ada yang ketinggalan. Yang jelas, sejak Salo, kami tidak berhenti lagi hingga Rumah Makan Uwan di Ketinggian. Kami datang di sana sekitar pukul 10 pagi. Ah, padahal waktu itu Jalan Tol cuma sekitar 40 km, namun waktu yang dipangkasnya luar biasa banyak.

Kami makan dan beristirahat sejenak di sana selama setengah jam. Rumah Makan Uwan sendiri adalah salah satu pemain lama yang begitu dikenal di jalan lintas ini. Selain di lokasi yang kami singgahi, juga ada cabang lainnya di dekat Rumah Makan Terang Bulan. Rumah Makan Terang Bulan sendiri memiliki cerita tersendiri dalam memori kami, terutama ketika kami masih kecil. Kelak akan kami ceritakan juga.

Setelah mengisi perut dan cukup beristirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat, mata kami sempat tertarik ke satu rumah kayu sederhana tepat di seberang jalan dari Rumah Makan Uwan. Di sana, ada seorang pedagang buah-buahan keliling yang sedang bersiap-siap akan berjualan. Di pintu rumah, yang juga merupakan pintu kayu sederhana, ada istri dan anak perempuan dari pedagang itu. Kami tidak tahu pastinya, apa yang sedang mereka lakukan dan apa yang mereka bicarakan. Tapi, di situasi seperti itu, kami memandang bahwa mereka sedang melepas suami/ ayah untuk pergi berdagang. Sebuah pemandangan yang sarat makna. Sesuatu bersarat makna yang bisa diketahui, andaikata kita mau mengobservasi lingkungan dengan lebih teliti.

Tangkapan Layar dari Penampakan Rumah Makan Uwan di Lubuk Bangku, dari Google Map

Tangkapan Layar dari Rumah Kayu Si Pedagang Buah di Depan Rumah Makan Uwan, dari Google Map

Tangkapan Layar dari Penampakan Rumah Makan Terang Bulan, di Google Map

Tangkapan Layar dari Penampakan Lokasi Lain dari Rumah Makan Uwan, di Google Map

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline