Lihat ke Halaman Asli

Arya BayuAnggara

Menulis untuk mengingat luasnya dunia

5 Juli 2023

Diperbarui: 5 Juli 2023   23:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pagi ini, hujan kembali menyapa Kota Pekanbaru. Setelah satu malam diselimuti oleh awan hitam. 

Pagi ini, kami memulai bacaan dengan sebuah artikel yang aktual isunya oleh Tn. Rahman Agus Koto. Tentang euforia upaya menyelamatkan lingkungan. Sebuah hype tentang selulosa dari bakteri yang digadang-gadang akan merambah lebih dalam dunia industri fesyen. Selama ini, industri fesyen banyak memanfaatkan selulosa yang berasal dari serat tanaman. Jelaslah, kalau bicara pemanfaatan tanaman, maka tindakan penebangan selalu berada di dalam pikiran. Serat selulosa yang dihasilkan oleh bakteri, contohnya Acetobacter, memang berkualitas lebih baik dibandingkan serat selulosa yang dihasilkan oleh tanaman. Akan tetapi, ongkos produksi menjadi hal yang bisa membuat sakit kepala pemilik usaha. Kalau dimanfaatkan untuk media pembuatan nata de Coco, masih ekonomis. Kalau harus bersinggungan dengan dunia industri fesyen, sebaiknya dipikirkan dulu matang-matang daripada termakan hype belaka. 

Lalu, sebuah artikel menarik dari Ny. Ariana Maharani. Puskesmas sejatinya salah satu fasilitas kesehatan yang melekat erat dengan kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Sebab tingkatannya yang paling dasar, cukup beberapa langkah bagi warga untuk menemukan fasilitas ini. Hanya saja, jangan sampai fasilitas ini hanya sekedar bangunan yang wajib ada. Jangan sampai adanya asumsi yang keliru dan/atau pengalaman yang buruk masyarakat terhadap Puskesmas menjadikan fasilitas ini kehilangan ruhnya. Perlu ditata kembali pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap Puskesmas, agar ke depannya fasilitas ini kembali mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. 

Selanjutnya, ada artikel dari Tn. Hendrikus Darmini yang membahas pentingnya peran orang tua dalam menyukseskan Proyek Penguatan Profil Pemuda Pancasila (P5). Terlebih, di tengah periode liburan sekolah, para anak-anak tentu menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah. Di sinilah peran pendidikan dan pengajaran, yang mungkin selama semester sekolah diserahkan kepada guru, harus diemban oleh segenap orang tua. Keberhasilan dalam membentuk sosok pemuda yang berprofil Pancasila tentunya akan memperkokoh generasi selanjutnya dalam menjalani kehidupan. Bukan sekedar sukses dalam mencari uang, tetapi juga memiliki karakter luhur bangsa. Bukankah akhir-akhir ini orang tua banyak yang mengeluh atau mengkhawatirkan gempuran pemikiran luar ke generasi muda? Sebaiknya, jangan sekedar sibuk protes atau mengeluh, tetapi juga dibarengi (atau sebaiknya fokuskan segenap energi) kepada pengajaran profil Pancasila kepada muda-mudi kita.

Berikutnya, sebab kemarin ada yang membahas pisang dan kemanfaatannya, maka bersambunglah pembahasan tentang pisang tersebut. Pertama, ada artikel dari Tn. Mbah Ukik yang menjelaskan satu hal penting tentang hubungan antara manusia dengan pohon pisang. Selazimnya diketahui, manusia banyak memanfaatkan hal-hal yang didapatkan dari pisang. Ini bersifat no debat. Hanya saja, apakah kemanfaatan tersebut juga didasari dari upaya sadar manusia dalam mengolah dan membudidayakan pisang? Dalam beberapa aspek, membudidayakan pisang belum tentu mendatangkan keuntungan materi yang diharapkan. Salah satu akibatnya, pohon pisang lazim kita temukan dalam keadaan tumbuh liar. Walau, dalam beberapa pantauan, pohon pisang memang tumbuh liar di dalam kebun seseorang. Apakah tumbuh liarnya pisang ini bisa ditenggarai sebagai sinyal awal ancaman pasokan pisang di masa depan?

Artikel dari Pak Felix Tani juga menjelaskan tentang pisang. Cuma, bukan sekedar cerita dan kenangan tentang pisang. Melainkan, terselip juga pesan moral atas keberadaan pisang. Dalam kebudayaan suku Batak, seperti yang pernah dialami oleh Pak Felix Tani sendiri, pisang (khususnya bagian batang) mendapatkan perhatian khusus. Batang atau pelepah pisang ini memiliki banyak lapisan. Dengan banyaknya lapisan itu, maka pokok pisang bisa tumbuh dengan kuat. Begitu juga, dalam hubungan kekeluargaan, hendaknya setiap generasi menjadi lapisan yang mengikat kuat bagi keluarga. Dengan eratnya antargenerasi itu, maka keluarga akan kokoh dalam menghadapi setiap permasalahan. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline