Konvoi bus melanjutkan perjalanan. Melewati persimpangan yang arah kiri menuju Kota Pekanbaru dan arah kanan menuju Kabupaten Kampar lebih jauh. Konvoi kami memilih jalur ke kanan. Jelaslah, kalau sejak awal hendak ke Kota Pekanbaru, selepas Jalan Bupati mestinya kami mengarah ke arah kiri, bukan kanan. Kali ini, kami mengadakan trip dengan arah serba kanan.
Konvoi bus terus melaju. Melewati Perumahan penduduk yang kabarnya dihuni oleh masyarakat Ocu. Beberapa dari peserta tur juga orang Ocu. Setelah melewati Perumahan warga, konvoi melewati sebuah jembatan. Bukan sekedar jembatannya yang istimewa, tetapi juga sungai yang mengalir di bawahnya. Itulah Sungai Kampar. Sungai besar yang dulunya berfungsi sebagai sarana pelayaran. Kapal-kapal dagang konon hilir mudik di atasnya. Menghubungkan antara daerah yang satu dengan yang lainnya.
Jembatan di atas Sungai Kampar ini laksana tempat terakhir yang masih kami kenali. Selebihnya seakan-akan terra incognita. Otak kami masih berfungsi dengan baik. Mata kami masih melihat dengan jelas. Hanya saja, kesempurnaan itu terasa bolong. Semua pemandangan itu hanya sepintas lalu. Tidak ada sensasi yang kami rasakan. Hanya sebagian kecil yang bisa menikmati perjalanan ini. Beberapa Kakak kelas mengenali daerah yang kami lewati ini.
Sedih sekali beberapa bagian hilang begitu saja dari gudang memori. Padahal, banyak sawah dilewati. Semak-semak hijau. Pepohonan tepi jalan. Pepohonan yang jauh di perbukitan. Nama-nama tempat yang kami lalui, tidak satupun bersisa utuh.
Ditulis di Pekanbaru pada 26 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H