Tulisan ini telah ditayangkan di website kecil-kecilan kami, Jurnal Harian
Sebuah judul yang panjang. Sekalian, judul ini telah membocorkan secara gamblang, apa yang ingin kami sampaikan. Kami membocorkan sendiri esensi paling dasar dari tulisan ini.
Memang geli, kok, ketika kami membaca artikel tentang tanggapan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Bjorka, akun peretas yang sempat viral sebab menyebarkan data 1.3 miliar pengguna SIM Card, dikatakan kembali berulah. Dia kembali meretas. Selain itu, dia menitipkan satu pesan menohok.
Bjorka berpesan kepada pemerintah Indonesia, berhentilah ... Kelanjutannya bisa dilihat di artikel referensi tulisan ini.
Mungkin kami sudah lama berkecimpung dengan dunia forum di internet yang memang kurang tata kramanya. Yang benar-benar santun itu cuma satu dan dua. Kebanyakan, ya, bertindak bebas. Walau kebanyakan memang masih menetapkan "batasan" tersendiri.
Si Bjorka mengirimkan pesan menohok, si Menteri kita memberikan nasihat. Jangan bertindak tidak etis seperti itu. Mungkin, maksudnya sudah meretas, mengirimkan kata-kata keras pula. Istilahnya, dalam Ikhwal digital yang satu ini, pemerintah kita kena dua tamparan keras sekaligus.
Masalahnya, Pak Menteri kita lebih terkesan bertindak seperti seorang tokoh agama di sini. Mengajarkan kebajikan tentang menjaga etika dan kearifan kita di ruang digital. Maaf saja, kami pribadi kurang menyukai hal demikian. Sebagai Menteri yang menangani urusan teknologi dan informatika, semestinya Pak Menteri lebih menekankan urusan teknis agar hal memalukan itu tidak terjadi lagi. Kalau ingin mengatakan, bahwa tingkah dan pesan di Bjorka itu kurang pantas dalam kacamata budaya ketimuran, semua orang sepertinya juga bisa. Tidak perlu seorang Menteri berkata dan hanya mengatakan demikian.
Apalagi, Pak Menteri mengatakan bahwa dia merasa heran dengan tingkah si Bjorka. Seharusnya, si Bjorka jangan menyerang dan meretas data-data masyarakat Indonesia. Ah, apa-apaan ini? Kenapa malah menceramahi si Bjorka? Sejatinya, dari sudut pandang seorang Menteri sendiri, bagaimana seharusnya agar para peretas itu sulit masuk ke dalam sistem database di tanah air?
Ditulis di Pekanbaru pada 7 September 2022
Referensi: