Tulisan ini sudah dimuat di website pribadi kami say, Jurnal Harian.
Deflasi, suatu kata yang sejatinya penting di dalam pembelajaran ilmu ekonomi. Hampir di setiap buku bertemakan ekonomi ada menyinggung kata sakti yang satu ini. Tapi, itu di buku materi ekonomi, loh, ya. Bagaimana dengan kehidupan kita sehari-hari? Nyaris hilang dari peredaran kata yang satu ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kembali menyinggung kata ajaib itu. Ternyata, catatan terbaru menunjukkan bahwa terjadi deflasi di Indonesia. Alias, terjadi penurunan harga sebesar 0,21 persen secara month-to-month (mtm) di bulan Agustus. Sederhananya, kita memahami bahwa secara umum harga barang di negeri tercinta mengalami penurunan sebesar 0,21 persen di bulan Agustus ini. Bisa dikatakan, laporan dari Pak Menteri ini sebagai bagian dari kado kemerdekaan Republik ini.
Memang angkanya kecil, cuma 0,21 persen. Jika dibandingkan dengan seteru abadinya, yaitu inflasi, angka 0,21 persen ini terkesan kerdil. Inflasi saja angkanya mencapai 4,69 persen di bulan Agustus juga. Tapi, jangan terlalu pesimis dan langsung menyalahkan pemerintah. Seperti kata Pak Menteri sendiri, bahwa nilai deflasi sebesar 0,21 persen ini merupakan hasil kerja keras pemerintah. Kita pandang bahwa 0,21 persen ini adalah ikhwal awal menuju angka-angka deflasi yang lebih besar ke depannya.
Juga, penurunan angka inflasi yang signifikan bisa dilihat dari nilai inflasi barang pangan di bulan Agustus ini. Angkanya sebesar 8,93 persen secara year-on-year (yoy). Angkanya besar? Tapi, bandingkan dulu dengan angka 11,46 persen di bulan Juli secara yoy. Setidaknya ada penurunan sekitar dua hingga tiga persenan. Dari pernyataan menterinya sendiri, angka delapan persenan di bulan Agustus harus ditekan lagi.
Salah satu pemicu penurunan inflasi harga pangan, menurut Pak Menteri, adalah meratanya hasil panen di seluruh Indonesia. Beruntung, alam Nusantara yang subur ini tidak ngambek pada saat ini.
Namun, ternyata masih banyak daerah yang mencatatkan angka inflasi yang cukup tinggi. Melebihi rata-rata inflasi nasional! Kalau secara kuantitatif, jumlahnya mencapai 66 kabupaten/kota dan 27 provinsi. Angka sebesar ini mengingatkan kami kepada pernyataan Pak Tito Karnavian, kalau inflasi tinggi jangan hanya menyorot pemerintah pusatnya saja. Lihat juga pemerintah daerah. Benar saja, 27 provinsi itu proporsi yang sangat besar. Bisa dikatakan, mayoritas provinsi di negeri ini mencatatkan angka inflasi yang lebih besar daripada rata-rata nasional.
Bagi kami sendiri, cukup sedih karena di antara dua provinsi yang rekor itu, ada dua provinsi yang terikat batin dengan kami. Pertama, Provinsi Sumatera Barat yang mencatatkan angka inflasi sebesar 7,1 persen. Kampuang kami bisa mancataik angko sagadang itu!? Inflasinyo mancataik rekor kaduo sa Indonesia? Baa ko? Kacau Wee ko mah.
Kedua, Provinsi Riau. Tempat di mana kami tinggal. Sebenarnya, indak jelek-jelek bana lah. Cuman, tetap disebutkan sama Pak Menteri. 5,8 persen. 0,8 persen lebih tinggi dari target limo persen.
Semoga ke depannya setiap pemerintah daerah bisa menampilkan kinerja lebih baik dalam mengelola inflasi. Terutama untuk dua provinsi yang terikat secara batin dengan kami.
Ah, omong-omong, cuma berapa kali kami menulis kata "deflasi" pada tulisan ini?