Buah pikiran ini telah ditayangkan sebelumnya di kolom komentar ePusnas. Di judul buku yang sama. Komentar dicantumkan oleh akun Arya Bayu Anggara.
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma adalah judul yang menipu. Bukan berkisah tentang nyanyian Ave Maria yang mengantarkan penyanyinya ke Roma. Justru, kisahnya dimulai dari kenangan tentang lagi Ave Maria hingga tentang pepatah tua yang konon berpengaruh besar terhadap jalan hidup tokoh utama. Perjalanan jalinan kisah inilah yang menjadikan cerita-cerita ini berkesan saat dibaca.
Buku ini dimulai dengan sebuah kisah sendu. Kenangan tentang lagi yang menyimpan luka batin. Kesengsaraan disebabkan oleh cinta yang dulunya disangka murni dan sejati. Pada akhirnya, jalan kehidupan seringkali menghancurkan ketabahan jiwa-jiwa manusia.
Perlahan-lahan, intensitas kebatinan dalam cerita-cerita meningkat. Jelaslah penggambaran tentang kehidupan rakyat di era Jepang sangat memilukan. Andai kata Idrus memang hidup dan menyaksikan tragedi itu. Sungguh sakit rasanya membayangkan Idrus mengenang kembali dan menuliskannya demi kita. Sebuah memoar tentang kehidupan yang kelam.
Selayaknya generasi kekinian melirik kisah-kisah di dalam buku ini. Sebagai pengingat. Sebagai peringatan. Sebagia refleksi. Betapa kemudahan hidup sekarang dibangun di atas kerangka para leluhur yang telah hilang namanya.
Beruntung buku ini ditutup dengan sebuah kisah yang melegakan. Sejatinya, sama saja menggambarkan peliknya hidup. Hanya saja, jalan menuju Roma sangatlah melimpah. Kesusahan hidup di masa sekarang tidak sepatutnya melemahkan semangat kita.
Ditulis di Pekanbaru pada 31 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H