Kebajikan memang laksana biji yang disebarkan ke penjuru bumi. Dia bisa diterbangkan oleh angin. Dia bisa dihanyutkan oleh air. Dia bisa dibenamkan dalam tanah. Dia bisa dilarikan oleh serangga sibuk. Pada akhirnya, biji akan bertunas. Siap sedia menjadi tanaman baru yang memberi manfaat. Namun, di situlah cobaan besar sebagai biji yang bertunas muncul.
Tunas itu sangat rapuh. Dia mudah dihancurkan. Malah, setiap elemen yang dulu membantunya, kini berbalik berpotensi mengenyahkannya. Tunas akan tumbang oleh angin. Tunas akan membusuk oleh air. Tunas akan kering oleh tanah yang pelit. Tunas akan hangus oleh api. Tunas akan dimakan oleh serangga kelaparan. Begitulah menyedihkannya kisah tunas. Tapi, setiap ujian pastilah membawa peserta ke tahapan lebih lanjut jika mereka berhasil lolos.
Tunas itu akan tumbuh dan berkembang. Batangnya yang rapuh perlahan-lahan mengeras. Dahannya yang semakin kuat. Ranting-rantingnya banyak beranak-pinak. Hingga dedaunannya rimbun. Jangan lupa akarnya yang menjalar liar di bawah tanah.
Biji yang terombang-ambing telah menetas menjadi tunas. Tunas itu pun telah tumbuh dan berkembang menjadi satu pohon yang kekar dan gagah.Kini, tibalah masanya pohon itu berbuah. Buahnya bisa dinikmati oleh segenap makhluk. Di dalam buah itu, terdapat biji-biji lain yang gelisah menunggu. Dalam antrian sebelum mereka pun digilir oleh elemen menuju tempat memijahnya masing-masing.
Sehingga siklus suci ini tidak pernah putus.
Ditulis di Pekanbaru pada tanggal 7 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H