Lihat ke Halaman Asli

Arya BayuAnggara

Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Bingung

Diperbarui: 18 Desember 2018   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak ada yang bisa disaksikan lagi. Hanya bayang-bayang kelam yang selalu mengintip di balik tirai-tirai lusuh itu. Bahkan tidak ada satupun makluk hidup yang memiliki niatan untuk masuk ke tempat ini. 

Entah apa yang salah, tidak ada yang tahu. Keadaan yang terjadi di tempat ini semakin suram semenjak kedatangan pemuda yang mengaku berasal dari desa.

"Mengapa dia bisa terdampar ke tempat ini??" Pertanyaan itu seakan-akan menjadi tren yang meningkat seminggu belakangan. Tidak ada yang bisa menyangka bahwa perubahan bisa terjadi dengan begitu cepat. "Entahlah. Awalnya kita damai-damai saja. Entah mengapa, kedatangan orang itu seperti membawa kesialan tersendiri." Suara-suara miring semakin menggiring opini yang menyesatkan tentang pemuda itu.
"Mengapa kita tidak menyelesaikan masalah ini dengan terbuka??"


Usulan itu terdengar seperti suara terompet surgawi. Tetapi, memang sudah hasrat dari para setan untuk menghalangi niatan baik manusia. Tidak ada yang salah, memang secara alami begitu. "Jangan!! Kita tidak tahu kemampuan dia berdiskusi bagaimana. Bisa-bisa kita yang jadi buntung di diskusinya nanti. Sekali lagi jangan. Kita tidak boleh mengambil resiko."

Tidak ada lagi semangat yang terpancar. Suara-suara miring juga tidak sanggup lagi menampilkan wujud seramnya. Orang-orang hanya duduk di dalam lingkaran yang semakin merapat. Keadaan ini tidak bisa lagi dikendalikan.

"Sudah. Kalau memang buntu seperti ini. Nampaknya aku sendiri yang akan mendatangi orang itu. Jangan khawatir, aku tidak akan dibunuh. Aku sudah menyiapkan perangkap jikalau orang itu memang kejam dan nekat. Nah, untuk saat sekarang ini, kembalilah ke tempat tidur kalian masing-masing. Hari sudah menujukan pukul 2.13 dinihari. Para setan sudah banyak berkeliaran di luar. Tidak baik kalau kita ikut-ikutan nimbrung seperti mereka."


Konsil dadakan itu bubar dalam sekejap. Begitu juga arus lampu yang dipaksakan hidup itu. Sekarang sudah tidak ada lagi tanda-tanda aktifitas. Semuanya mati di dalam tidur mereka. Begitupun lampu ini, padam 'tak bercahaya.


Malam itu dilewati dengan sedemikiannya. Mata yang lelah dipaksa untuk tutup untuk sementara. Kalaupun memang tidak bisa, itu adalah kesialan. Banyak sekali terdengar suara janggal di luar sana. Mulai dari suara ketokan mangkuk penjual bakso yang khas. Satu hal yang membebani pikiran yang masih terjaga, memangnya tukang bakso yang mana yang masih berjualan di jalan seperti ini?? 

Ataupun, juga terdengar beberapa kali suara orang yang begitu sibuk berbicara atau mendiskusikan sesuatu. Kalau dihitung-hitung, ada sekitaran tiga orang. Berkali-kali mereka bolak-balik. Aneh, padahal ini di tepi kota yang tidak begitu ramai penduduk. Mau nangkring dimana orang-orang itu memangnya?


"Hari sudah pagi. Ini adalah saat yang bagus untukmu menemui pemuda itu. Ingat janjimu semalam."


Tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk mengelak. Orang itu, yang berjanji, hanya bisa melangkahkan kakinya dengan berat ke pintu kamar itu. Tidak ada pernak-pernik khusus yang menjadi ciri khas dari sebuah kamar kos pemuda kekinian. Polos saja. Mirip seperti pintu WC malahan.
"Assalamualaikum. Selamat pagi. Bisa bertemu dengan pemilik dari kamar ini?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline