Lihat ke Halaman Asli

Arya BayuAnggara

Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Inner Sanctum (I), Cantika

Diperbarui: 20 Desember 2018   09:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Siapa gadis kecil itu, Nenek??" kata Arka. Perjalanan panjang mencari kayu bakar di perbukitan bagian barat desa, hal itu tidak memengaruhi fokus Arka sedikitpun. Sekali dia melihat seorang gadis, dia langsung terkesima. Padahal dia masih berusia enam tahunan masa itu. Apa benar seorang bocah berusia enam tahun bisa merasakan sesuatu yang berada di luar dimensi usianya?? Entahlah. 

Yang jelas, Arka begitu penasaran dengan gadis berpakaian putih itu. "Oh, dia itu bernama Cantika, kalau tidak salah. Dia adalah anak dari juragan kios di pasar. Enak ya, jika lahir dari keluarga yang kaya. Tapi, sudahlah. Hal itu tidak perlu untuk diperdebatkan." Ucap nenek Nyon.

Sekali Arka menengok, dia (gadis itu) terlihat begitu cantik. Memang benar, rambutnya yang lurus dan hitam pekat itu terlihat berkilau di bawah sinar mentari. "Ah, nenek Nyon, ya?? Dari pasar ya, apa tadi membeli beberapa karung tomat segar dari kios kami?" kata ibu Cantika. Nenek Nyon tersenyum, sembari berkata, "Iya, benar Nyonya. Kami baru saja membeli beberapa karung tomat segar dari kios Anda. Tapi, ya, tentu aku dan cucuku ini tidak cukup kuat untuk menangkat beberapa karung yang dipesan. Jadi, kami akan menunggu sore nanti, ketika juru angkut datang membawa pesanan kami." Jelas nenek Nyon.

Hubungan mitra bisnis antara nenek Nyon dengan keluarga Cantika telah berlangsung sejak lama. Semenjak nenek Nyon masih muda, kira-kira dua puluh tahun yang lalu, itu adalah awal pertemuan antara dirinya dengan kakek dari Cantika. 

Awalnya nenek Nyon sedang kehabisan stok tomat untuk diolah menjadi sup. Secara kebetulan, kakek Cantika datang menawarkan bantuan beberapa karung tomat segar. Ya, semenjak kejadian itulah, yang awalnya hanya berupa bantuan, sekarang telah menjadi suatu bentuk kemitraan sepanjang masa. Pasalnya, nenek Nyon memiliki rencana untuk mewariskan usaha dagangnya ini kepada Arka yang akan memasuki usia dewasa tidak lama lagi.

"Mama, siapa anak lelaki jorok itu?? Kenapa dia kucel sekali?? Apa dia tidak pernah mandi??" tanya Cantika kepada ibunya. Hal yang wajar, karena anak kecil cenderung bertanya apa adanya. Terlebih, latar belakang Cantika sebagai seorang anak orang kaya menjadikannya sedikit diskriminatif terhadap para miskin. "Dia itu bernama Arka. Masa iya, dia kucel??? Kelihatannya bersih loh. Mata kamu aja yang kemasukan debu. Hahaha," jawab ibu Cantika.

***

Masa ibu mengatakan hal yang demikian?? Memang benar kok, bahwa anak laki-laki itu kelihatan kucel dan kotor. Dari penampilan itu saja aku sudah tahu, bahwa dia itu adalah seorang kere. Apa ibu membela anak kucel itu?? Apa gunanya juga?? Tidak ada.

"Ibu, ayo kita lanjutkan perjalanan pulang. Aku lapar, aku ingin makan makanan yang lezat hari ini. Para pembantu di rumah sudah disuruh menyiapkan masakan yang lezat kan bu??" tanyaku. Ibu hanya mengangguk-angguk saja. Memang, sudah kebiasaan ibu yang selalu angguk-angguk ketika menjawab pertanyaan dariku. 

"Ya, ibu. Janganlah hanya sekedar mengangguk-angguk begitu. Aku juga ingin mendengarkan jawaban dari suara ibu. Masa, sama Cantika ibu berlaku demikian??" aku berusaha memelas. Ibu memandangiku, wajahnya sangat kebingungan. Wajar saja, permintaan polos dari putrinya ini, sepertinya hal itu membuat ibu bertanya-tanya. 

"Iya, Cantika. Ibu sudah bilang sama para pekerja yang ada di rumah. Jangan khawatir. Nanti, setiba di rumah, kamu bisa langsung menyantap beberapa gulai yang diolah dari bahan terbaik." Yay!!! Akhirnya ibu bersuara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline