Lihat ke Halaman Asli

Arya BayuAnggara

Menulis untuk mengingat luasnya dunia

"Inner Sanctum" I, Sop Tomat Istimewa

Diperbarui: 22 November 2018   03:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Arka, kali ini kita harus melayani para pelanggan lebih baik. Ingat!! Rasa puas dari pelanggan jauh lebih berharga daripada sekedar uang atau tambahan derma yang mereka berikan," kata-kata itu lah yang selalu terngiang di telinga Arka pagi tadi. Padahal, sudah setiap hari Arka selalu melayani para pelanggan dengan baik, meski selalu dihardik dan tertekan di bawah atmosfer dapur yang begitu menggigit.

"Tapi Nek, bukan kah kita selalu melayani para pelanggan dengan baik? Bahkan untuk diriku, bukan saja harus berhadapan dengan superioritasmu, tetapi juga keluhan dan sindiran para pelanggan yang begitu menyakitkan telinga. Lantas, mengapa setiap malam dirimu selalu mengatakan hal ini?" tanya Arka dengan penuh ketulusan hati. Sebagai seorang manusia, adalah hal yang wajar bagi dirinya untuk aktif bertanya. Setidaknya, pemikirannya masih bisa digunakan untuk mempertanyakan segala sesuatu secara kritis.

            "Sekedar pengingat," jawab Nenek Nyon singkat.

            "Sekedar pengingat??"

"Ya, sekedar pengingat. Sebagai manusia, kita bisa saja melupakan beberapa hal, termasuk hal yang berharga. Nenek mengingatkanmu, berarti nenek mengingatkan diri Nenek sendiri."

            -----------------------------------------------------------------------------------------------------

Dengan sigap Arka berjalan di antara sesaknya ruang makan rumah makan ini. Didukung oleh bentuk tubuhnya yang lumayan kecil, dengan cekatan dia berjalan menyelinap di antara sela-sela yang ada. Para pelanggan sering tidak menyadari keberadaan dari bocah ini. Sampai-sampai tercipta rumor bahwa Nenek Nyon, sang koki, memiliki kesaktian memindahkan mangkok-mangkok sup panas secara gaib. Memang aneh dan sangat salah kaprah. Padahal, itu adalah perbuatan Arka. Di tengah-tengah keriuhan (para pelanggan suka sekali berbicara satu sama lainnya dengan suara yang besar), Arka menyelinap sembari menaruh mangkok-mangkok panas itu.

"Nenek Nyon, segera antarkan tiga mangkok sup tomat panasnya!!! Kami sudah begitu lapar. Saya harap Nenek memahami penderitaan seorang buruh tani yang bekerja terlalu keras di tanah milik majikannya. Jadi, harap dipercepat geraknya!!!" teriak salah satu pelanggan.

"Iya, sabar lah nak. Sebentar lagi akan segera sampai. Dan aku harap keluhanmu untuk merayuku segera diganti. Aku sudah muak mendengarkan kata-kata menyedihkan itu. Padahal, bisa jadi aku lebih menderita dibanding dirimu. Setiap hari melayani selusin lebih pelanggan nyinyir seperti kalian," respon Nenek Nyon. Ya, sepertinya dia sudah mulai panas.

"Hehehe, Nenek Nyon, kami harap kami memang bisa menemukan kata-kata baru."

Pembicaraan singkat itu, bagaimanapun juga, berhasil memancing gelak tawa dari seisi ruangan yang kira-kira menampung sekitaran 25 orangan itu. Para bangsawan, para tentara, para petani, para peternak, para cendikiawan, para petualangan dan beberapa penyamun yang menyamar, semuanya ada di ruangan itu. Saling bercampur baur, atau setidaknya berusaha bercampur baur. Para bangsawan, yang tinggal cukup jauh, hanya datang sekedar untuk mencari udara dingin, sengaja mengenakan pakaian ala-ala wong kecil agar pakaian mahalnya tidak rusak. Para tentara tetap gagah dengan pakaian besi mereka (memang seharusnya begitu), meskipun banyak di antara yang terlihat maco itu ternyata bertingkah seperti wanita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline