Lihat ke Halaman Asli

Air Mata Perempuan

Diperbarui: 22 Maret 2017   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gubug reyot itu tampak sepi.Hanya ada sepasang ibu dan anak laki-laki sedang bercengkerama.Cecak yang ada di dinding pun menyimak dengan seksama.Sebuah dialog antara dua manusia yang telah ditinggal lama kepala keluarga.

"Bu,Fahmi sedih melihat Ibu bekerja keras seperti ini."

"Kamu tidak perlu berkata seperti itu Nak,ini sudah menjadi tanggung jawab Ibu membiayai sekolahmu.Agar Bapakmu di surga sana bisa tersenyum menyaksikan keberhasilan kita kelak nanti."

"Fahmi tidak tega melihat ibu kepanasan & kehujanan hanya demi berjualan gorengan sepanjang jalan raya itu."

"Sudahlah nak,jangan khawatirkan Ibu.Tugasmu saat ini adalah belajar bersungguh-sungguh.Buatlah Ibu bangga padamu Nak."

"Iya bu.Fahmi berjanji akan selalu menjadi juara kelas."

"Aamiin."  

                                     ***

Sore itu hujan menguyur deras.Pohon dan tiang listrik banyak yang tumbang.Langit memuntahkan lahar dingin.Dibarengi dengan petirnya menyambar nyambar.Ibu Sukesi harus menggigil kedinginan sepulang dari berjualan gorengan.Bajunya basah kuyub dan perutnya keroncongan karena seharian tak makan.Hingga pada akhirnya membuat dirinya jatuh sakit.

Ditemani Fahmi,wanita tua itu berbaring tak berdaya di atas tikar.Hatinya sedih karena tak bisa berjualan.Badanya panas dingin memikirkan nasib anak semata wayangnya.Tetiba air matanya merembes keluar.

"Kenapa ibu menangis?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline