Lihat ke Halaman Asli

Menghargai Pemilih

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13964801071164141495

Begitu turun dari Angkot Jalur 10, di kawasan yang populer disebut dengan “Shopping” itu, kulangkahkan kaki dengan ringan ke arah barat. Setelah menaksir tingkat kesibukan para karyawan dari luar toko, kuputuskan untuk masuk. Keputusan kuambil berdasarkan hasil pengamatan cepat bahwa tidak ada pengunjung yang sedang dilayani. Dengan niat baik dan hasrat menambah kawan, kumasuki toko komputer itu.

Di luar dugaan. Kesungkanan awal karena takut mengganggu kegiatan dan pekerjaan pemilik dan karyawan berubah menjadi kegembiraan yang melegakan. Betapa tidak, sang pemilik toko, laki-laki yang berusia terpaut dua tahun denganku itu ternyata memberikan perhatian yang sangat tinggi saat aku melantunkan kalimat-kalimat perkenalan.

Sebelum berbalik menanggapi, brosur kecil seukuran kartu nama berlipat empat berisi riwayat hidupku dibaca dengan seksama dan dibolak-balik berkali-kali. Dengan nada rasa ingin tahu yang tinggi, sang pemilik toko memastikan terlebih dahulu bahwa lelaki yang berdiri di depannya adalah betul-betul si Caleg DPR RI dari Partai Hanura untuk Dapil Jateng VI (Magelang, Temanggung, Purworejo dan Wonosobo) nomor urut 5 yang riwayat hidupnya terangkum di kertas mini berwarna yang dipegangnya. Dicocokkannya foto mungilku yang melekat di brosur dengan wajah nyataku yang berminyak dan berpeluh di hadapannya. Pasti beda karena foto itu diambil di studio ber-AC setelah kusempatkan cuci muka dan bersisir rapi. Tapi untung dia menangkap garis-garis kesamaan di sana. Syukurlah dia berhasil mengidentifikasi lubang-lubang kecil bekas jerawat sebagai unsur yang identik di kedua obyek itu.Maka yakinlah dia kalau akulah si Caleg setelah kuiyakan dengan mantap pertanyaannya yang mengandung nuansa ketidakpercayaan, “Jadi, Anda adalah Caleg di brosur ini?”.

Laki-laki itu lalu mengungkapkan kegembiraannya karena sebagai pemilih telah dihargai dengan kehadiranku di tokonya. Baginya, caraku memperkenalkan diri secara langsung merupakan penghormatan kepada warga. Metode yang lain seperti pemasangan baliho, spanduk, banner, poster dan sticker memang dipahami sebagai wujud perkenalan diri Caleg. Namun cara tersebut dipandang sebagai kurang menyediakan kesempatan bagi warga untuk mengenal Caleg lebih jauh. Cara dimaksud dirasakan sebagai tindakan sepihak dari Caleg yang tidak memberikan ruang bagi pemilih untuk mengetahui rekam jejak Caleg. Pembaca baliho hanya dipersilakan menatap wajah rupawan dan senyum menawan Caleg serta mengingat nama Partai, nomor urut dan nama Caleg. Setelah itu, terserah pemilih.

“Saya merasa diuwongke je, Mas, dengan kunjungan nJenengan ke sini”, pemilik toko itu berkesan girang. Itulah pengalaman pertama kali baginya diajak berkenalan dengan Caleg secara langsung. Entah karena sungkan, segan atau takut, tanpa dikomando sang bos, tiga orang karyawati yang bekerja di toko itu pun dengan spontan datang mendekat, meminta brosur dari saya lalu mengangguk-angguk sambil membacanya dan segera ikut menyimak pembicaraan
kami.

Begitu ada seorang tamu masuk toko, sudut kecil di bilik perasaaanku segera mengirim sinyal agar segera menyudahi kunjungan. Aku tahu bahwa aku tidak boleh merepotkan orang lain dengan caraku memperkenalkan diri kepada pemilih sebagai Caleg. Sebelum pamit, kumohon perkenan pemilik toko untuk membiarkanku meninggalkan satu bundel brosur di sudut meja etalase. Siapa tahu ada pelanggan yang berkenan membaca-bacanya. Dengan riang, kurasakan langkah-langkah kakiku menjadi semakin ringan saat aku bergerak pelan namun pasti ke toko-toko lain di deretan selatan kawasan “Shopping” kota Getuk.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline