Lihat ke Halaman Asli

"Ayah, Aku Bisa!"

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Fokus..fokus..fokus !!!” Suara itu membuat kami terus bersemangat menjalani latihan ini. Seperti inilah kegiatanku setiap sore. Berlatih bulutangkis.

“April. Pikirkan langkah yang haru kamu ambil selanjutnya. Kamu harus tetap focus dalam keadaan apapun. Jangan lengah sedikitpun. Itu saja masukan dari saya hari ini.” Ucap pelatih padaku saat evaluasi hari ini. Aku hanya mengangguk mengakui kesalahanku.

Akhirnya selesai sudah latihan hari ini. Semua mulai sibuk membereskan peralatan masing-masing. Sedangkan aku, aku masih duduk di pinggir lapangan sembari melepas penat hari ini.

“Eh pril, pulang sama siapa kamu ?” Tanya Lani.

“Sama angkot, Lan. Hehehe”.  Jawabku  santai.

“ah bareng aku aja yuk. Mumpung kosong nih. Hahaha” ajak lani dengan  gayanya yang kocak.

“Oke deh. Tunggu bentar ya Lan.”

Kebaikan seperti hari ini tak selalu ku dapat. Lebih sering aku pulang naik angkot bahkan naik sepeda. Untuk urusan jarak, 3 KM harus ku tempuh dari rumah – tempat latihan. Lelah memang. Tapi bagaimana lagi ? Kondisi dan cita-cita yang menuntutku seperti ini.

Luna Aprilia. Aku lahir 21 April 1994 di kota kecil ini. Kotaku tercinta, semarang. Kini aku telah beranjak remaja. Siswa SMA kelas 2 adalah statusku saat ini. Aku tahu, gelas SMA ku ini memang berat. Menjadi salah satu penentu masa depan juga.  Tapi tak bisa kupungkiri, kecintaanku pada bulutangkis juga merebut  hatiku.

Aku mulai mengenal  olahraga ini sejak aku 10 tahun. Aku masih ingat saat kami (keluargaku) menonton pertandingan bulutangkis di TV. Kejuaraan Indonesia Terbuka 2004 tepatnya. Saat itu, hanya final yang kulihat. Taufik Hidayat melawan  Cheng Hong. Di sela-sela acara itu, ayah mengatakan bahwa ia ingin aku menjadi atlit. Aku yang saat itu belum tahu apa-apa hanya diam menonton pertandingan itu.

Waktu berlalu sejak pembicaraan tanpa muara itu. Aku telah berusia 11 tahun. Kini aku mulai ingin mengikuti bulutangkis. Tidak lainnya. Hanya bulutangkis yang kuminati. Aku mulai meminta pertimbangan ayah. Dan ayah setuju dengan keinginanku ini. Mungkin sudah hampir terlambat diusia 11 tahun  mengikuti bulutangkis. Tapi tak apa bagiku. Asal aku bisa terjun ke dunia olahraga ini.  Ku kira mudah mengikuti latihan ini. Ternyata susah memulai dari nol. Bukan hanya itu. Susah juga mengatur waktu belajarku. Tapi itu tak menggangguku lama. Aku mulai terbiasa dengan kegiatanku ini. Aku mulai bisa mengatur waktuku. Sampai sampai, saat hasil semester 1 kelas 5, aku berhasil menjadi juara kelas. Tentu orang tuaku bangga dengan hasil ini. Terutama Ayah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline