Salah satu kebiasaan saya adalah menyapa orang-orang yang duduk di sebelah saya dalam sebuah penerbangan. Malam itu dalam penerbangan Jakarta – Hongkong, di seberang saya duduk Chris John, petinju yang sedang melambung namanya di tanah air. Setelah berbasa basi sejenak, saya bertanya kepadanya apakah ia akan mengikuti kejuaraan di Hongkong. “Kebetulan tidak,” ujar Chris ramah, “Saya akan berlibur ke Beijing bersama istri saya, “ katanya lagi seraya memperkenalkan istrinya yang duduk tepat di sebelahnya.
Yang menarik, setelah bercerita sedikit mengenai dirinya, giliran Chris yang bertanya pada saya kemana tujuan akhir penerbangan saya. “Saya akan pergi ke New York,” kata saya.
“Oh ya,” ujarnya, “Acara apa yang Anda ikuti di New York?”
“Saya akan mengikuti konferensi ” ujar saya lagi
“Dalam bidang apa Anda bekerja?” ujarnya
“Saya pembicara publik dan konsultan SDM” kata saya
Saya merasa orang ini cukup menarik untuk diajak berkomunikasi. Setelah pembicaraan singkat tadi masih ada beberapa pembicaraan kecil hingga akhirnya kami berpisah di bandara Hongkong.
Mungkin Anda bertanya, apa perlunya saya bercerita mengenai pertemuan saya dengan Chris John? Jawabnya, karena ini suatu hal yang menarik. Saya telah cukup sering mengalami pertemuan di pesawat seperti ini dengan berbagai public figure, ada menteri, pengusaha terkenal, gubernur, pejabat pemerintah, artis, pimpinan perusahaan. Kami duduk bersebelah-belahan dan seperti biasa sayalah yang selalu memulai percakapan dengan ice breaking kecil. Namun pembicaraan sering kali hanya berlangsung satu arah: saya bertanya dan mereka menjawab.
Para figur publik yang saya jumpai itu juga sering kali hanya menjawab pertanyaan saya sekenanya. Jawaban mereka biasanya pendek-pendek, dan dari bahasa tubuhnya saya menangkap keengganan mereka untuk berkomunikasi lebih lama lagi. Akhirnya setelah berbasa basi sejenak kami biasanya melalui waktu dalam keheningan.
Saya tidak ingin membuat generalisasi, tapi dari pengalaman itu saya berani menyimpulkan bahwa para figur publik yang bersebelahan dengan saya di pesawat itu memiliki pandangan yang saya sebut sebagai “You must know me” syndrome. Dan mereka merasa tak pernah bertanya sama sekali mengenai siapa saya, mungkin karena mereka memang merasa tak perlu mengenal saya. Padahal kalau saja mereka tahu bahwa saya bisa mempromosikan mereka – paling tidak — dengan tulisan di majalah ini saya yakin mereka pasti akan menanggapi saya dengan lebih baik.
Yang ingin saya katakan adalah bahwa keingintahuan (curiosity) sesungguhnya menunjukkan keperdulian kita kepada orang lain. Orang yang peduli pasti ingin tahu mengenai apa yang dilakukan oleh orang lain. Sebaliknya kalau kita tidak ingin tahu apa yang dilakukan orang lain itu sesungguhnya sebuah bukti nyata ketidakperdulian.