Banyaknya isu yang mengepung Presiden Joko Widodo terkait wacana Pilpres 2024, merupakan fakta betapa kekuatan politik Presiden Joko Widodo masih sangat (perlu) diperhitungkan.
*****
MANUVER politik menjelang Pilpres 2024 mendatang memang agak unik dan berbeda dari Pilpres sebelumnya. Nama Presiden Joko Widodo (Jokowi)--juga lewat putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka--terus-menerus dimunculkan dalam banyak peristiwa politik. Isu adanya kedekatan khusus Presiden dengan Prabowo Subianto, isu menduanya dukungan Presiden pada capres tertentu, rumor nama Gibran yang masuk bursa cawapres Prabowo, hingga arahan Presiden pada Partai Golkar untuk bergabung ke koalisi Gerindra-PKB, adalah sederetan isu yang mengepung Presiden Jokowi, juga PDI Perjuangan.
Dengan segala situasi tersebut--ditambah lagi soal Effendi Simbolon hingga atraksi politik Budiman Sudjatmiko--rasanya dapat dimaklumi bila Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan itu, jadi agak meradang dan sekonyong-konyong menyinggung program food estate. Tidak tanggung-tanggung, Hasto secara terang-terangan menyebut program lumbung pangan yang sedang dikerjakan pemerintahan Presiden Jokowi itu--juga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto--sebagai bagian dari kejahatan lingkungan. Suaranya, mungkin, agak bergetar. Ini tak pernah dilakukan sebelumnya.
Banyak kalangan menebak-nebak, pernyataan Hasto itu tidak semata-mata soal gagalnya program food estate--termasuk dugaan korupsi di dalamnya--tapi lebih karena ia menyimpan kesangsian terhadap "loyalitas" Presiden Jokowi kepada partainya di Pilpres 2024 mendatang. Bila benar demikian, soal kesangsian itu, maka apa yang disampaikan Hasto tentu tidak produktif. Seolah-olah kita kembali digiring pada pandangan bahwa tak ada jaminan yang kekal tentang apa yang baik dan tak baik dalam politik.
Belakangan, Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani menetralisir dengan menilai bahwa pernyataan Hasto agak terlalu jauh.
Untuk soal "kesangsian" ini, saya lebih sepakat dengan Adian Napitupulu, aktivis 98 yang kini menjadi anggota DPR dari PDI Perjuangan. Ketika nama Gibran Rakabuming Raka dikerek sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto, Adian Napitupulu tetap bicara optimisme. Ia percaya bahwa komitmen Gibran terhadap PDI Perjuangan tidak akan tergoyahkan, meski kita tahu pernah ada sekitar 15 organisasi relawan Gibran-Jokowi di Jawa Tengah melakukan deklarasi mendukung pencapresan Prabowo Subianto di Solo.
Lalu, ketika sejumlah orang meragukan, atau menebak-nebak, bahwa Presiden Jokowi lebih condong mendukung Prabowo ketimbang kepada Ganjar Pranowo di Pilpres 2024, Adian Napitupulu juga tetap optimis bahwa Jokowi akan tetap berada di PDI Perjuangan untuk mendukung capres Ganjar Pranowo. Alasannya sederhana, tapi cukup kuat. Presiden Jokowi, kata Adian, adalah orang baik, tidak mungkin berkhianat. Apalagi bila kita melihat rekam jejaknya bersama PDI Perjuangan. Presiden Jokowi sudah bersama PDI Perjuangan di 5 Pilkada dan 2 Pilpres. Tiga pilkada dimenangkan Jokowi, 2 pilkada lainnya dimenangkan anak dan menantunya, serta 2 kali menang Pilpres.
Saya kira Adian benar. Setidaknya, ia benar karena optimis, dan percaya bahwa Presiden Jokowi adalah orang baik.