Lihat ke Halaman Asli

Aru Wijayanto

Penulis Lepas

Menulis Azizah Ma'ruf (4)

Diperbarui: 18 Agustus 2020   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hj. Siti Nur Azizah Ma'ruf berbincang dengan warga

Manusia tidak bisa memilih terlahir dari rahim siapa.

Tetapi sosok Hj. Siti Nur Azizah Ma'ruf--bakal calon Wali Kota Tangerang Selatan--tampaknya diberkahi cukup banyak peruntungan soal itu. Hari ini, selain berstatus sebagai putri seorang Wakil Presiden RI, ia juga menjadi bagian dari silsilah sejumlah tokoh penting pejuang dan penyebar agama Islam di tanah Tangerang dan Banten : Pangeran Aria Wangsakara dan Sunan Gunung Jati.

Saya kira ini seperti sebuah pertanda yang menunjukkan bahwa maqam-nya Azizah Ma'ruf memang di dunia sosial-politik: untuk memimpin.

* * * * *

BAGI warga Tangerang, nama Pangeran Aria Wangsakara (1633-1665) rasanya sudah tak lagi asing. Ia bukan hanya tokoh pendiri Tangerang, tapi juga salah seorang pelaku penting dari riwayat Indonesia--dalam hal ini Indonesia sebagai sebuah perjalanan kemerdekaan. Aria Wangsakara adalah sosok pejuang dan pemimpin perang dalam melawan pasukan penjajah Belanda. Ia juga menjadi tokoh penyebar ajaran agama Islam yang sangat disegani di wilayah Tangerang.

Sejarah ini bermula dari kehadiran tiga orang pangeran dari Sumedang yang memiliki hubungan darah dengan Pucuk Umun ke tanah Tangerang dengan membawa maksud berbakti kepada kesultanan Banten. Mereka adalah Raden Aria Wangsakara, Pangeran Soeriadewangsa II, dan Pangeran Aria Santika. Saat itu, ketiganya enggan tunduk kepada Mataram yang sudah menguasai Sumedang Larang dan seluruh tanah peninggalan Pucuk Umun yang juga diduduki oleh Nalendra Geusan Ulun. (Paririmbon Ka-Aria-an Parahijang, 1978: 2)

Aria Wangsakara atau Raden Wiraradja II, yang merupakan cucu dari Nalendra Geusan Ulun--seorang penguasa Sumedang Larang yang memiliki kekuasaan di sekitar sungai Cisadane atau Cipamugas dan Cipamali--memiliki tiga orang putra dan empat orang putri. Ketiga putra Aria Wangsakara itu bernama Raden Yudanegara atau Aria Tenggeran II, Raden Raksanegara atau Aria Tenggeran III, dan Raden Wiranegara, yang kemudian dikenal sebagai Syekh Ciliwulung (Paririmbon, 1987: 3-6).

Dari Raden Wiranegara inilah garis keturunan itu sampai ke Azizah Ma'ruf. Wiranegara atau Syekh Ciliwulung ini--yang keturunannya banyak menetap di Kresek--memiliki anak bernama Ratu Fatimah yang kemudian menikah dengan Raden Mahmud, keturunan Arya Banten atau Sayyid Sholeh. Dari pernikahan tersebut, muncullah sejumlah keturunan lainnya yang bernama Syekh Hasan Basri, yang selanjutnya ada Syekh Ibrohim, Syekh Alim, Nyai Kati, dan KH. Abdulloh--yang merupakan kakek dari KH. Ma'ruf Amin.

KH. Abdulloh memiliki anak bernama KH. Muhammad Amin yang kemudian menikah dengan Hj. Maimunah. Dari pernikahan itu lahir anak tunggal, yakni Ma'ruf Amin. Sementara Siti Nur Azizah Ma'ruf lahir dari pernikahan KH. Ma'ruf Amin dengan Hj. Siti Nuriyah.

"Pengakuan sebagai keturunan dari Pangeran Aria Wangsakara ini," kata Azizah Ma'ruf, "sebetulnya merupakan ibrah atau bil hikmah untuk meneruskan nilai-nilai luhur dan perjuangannya dalam membela kepentingan masyarakat."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline