Ini adalah pertemuan ketigaku dengannya. Tak ada yang istimewa. Meski kegugupan melingkupiku saat itu, itu hal wajar bagi orang yang baru saling mengenal. 'The Death of the Black Crow' buah tangan Sigit Nugroho kubawa pulang bersama 'Sejarah Barat Kontemporer: Prancis' karya K. Bertens dan 'Dunia Anna' tulisan Jostein Gaarder. Aku lebih dahulu meninggal book store itu, dia akan balik ke kompleks bersama temannya nanti.
*****
"Jika engkau bukan seorang pencinta, maka jangan pandang hidupmu adalah hidup. Sebab tanpa cinta, segala perbuatan tidak akan dihitung pada Hari Perhitungan nanti. Setiap waktu yang berlalu tanpa cinta, akan menjelma menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya." (Rumi)
Seminar Proposal tanggal 17 nanti lebih mendebarkan bagiku. Bayangan Prof. Abidin dan Prof. Jocebet ketika seminar nanti begitu menyeramkan bagiku.Teringat ketika teman kelas lebih duluan seminar dibanding diriku, pertanyaan Prof. Abidin seperti hantaman bom nuklir di Herosima dan Nagasaki.
Luluh lantak bagi mahasiswa yang tak siap. Aku dengar dari senior bahwa ada mahasiswa dari program studi lain harus mengganti judul penelitian atas rekomendasi Prof. Abidin. Sedang Prof. Jocebet baru mendapatkan gelar guru besarnya diakhir tahun lalu. Dan aku adalah mahasiswa pertama yang menghadapinya dengan gelar kehormatan barunya. Bisa jadi aku dijadikan kelinci percobaan. Semoga itu tidak terjadi.
Kadang pula bayang sang pemilik mata sayu nan ayu itu bertandang.
Lihat matamu,
Memancarkan anugrah yang indah,
Penuh kasih sayang sejatimu..
Genggam tanganku,
Hapuskan juga air matamu,
Agar terlelap cinta dan kasihmu..
Biar kulewati waktu,
Tak rugi ku mengingatkanmu,
Harapan cintamu dan cintaku menyatu..
Cinta kasih dihatiku,
Tak usah kau ragu padaku..
Selalu kuingat dengan indah,
Warna warni dibenakku..
Ada bayangmu ada bayanganmu,
Disetiap mimpiku yang indah,
Bayanganmu selalu datang..
(Ada Bayangmu- Sembilan Band)
*****
Seminar proposal ternyata tak sekejam yang kubayangkan. Prof. Abidin memang mencecarku, tapi masih bisa kuhadapi dengan baik. Apalagi kedua pembimbingku menjadi tamengku pula. Sedang Prof. Jocebet hanya fokus di metode penelitian. Lancar bagiku. Tapi yang menambah degupku adalah sang pemilik mata sayu nan ayu itu.
Entah kenapa dia bisa hadir sebagai peserta dalam seminarku. Bukanlah kedua pengujiku yang menjadi bebanku karena proposal adalah karyaku, maka secara akademik aku yakin bisa mempertanggungjawabkannya. Ketika aku mau memulai presentasi, aku baru melihatnya dan kegugupan sedikit menyeruak. Seminar lancar dan aku dipersilakan melanjutkan penelitian tentang kompetensi supervisor pendidikan yang ada di kota ini.
"Selamat Mas Atma atas kelancaran seminarnya. Penampilan mas tadi mantap." Ucapnya sambil berjabat tangan denganku. Dia yang menemaniku keluar dari ruang seminar yang ada di lantai empat gedung B. Bahkan dia yang menemaniku merapikan ruang seminar pasca seluruh peserta seminar, termasuk kedua pembimbing dan kedua pengujiku.
"Terima kasih Mbak Aeni, atas bantuannya."
"Kenapa mbak bisa jadi peserta di seminar saya tadi?" Kuajukan tanya padanya untuk mengubur ketidaktahuanku.
"Tadi aku mengembalikan berkas untuk kelengkapan persyaratan pendaftaran. Aku membaca papan informasi dekat loket pendaftaran dan di situ ada pengumumam bahwa hari ini ada seminar proposal. Nama Mas Atma kubaca jelas.
Aku bertanya kepada petugas loket yang menerima berkas-berkasku, apakah boleh orang seperti saya yang bukan mahasiswa bisa mengikuti seminar itu. Petugas itu mengatakan boleh, jadi saya ikut di seminar proposal Mas Atma tadi. Keren kok presentasi Mas tadi."Seperti itulah di kampus saya, seminar proposal dan seminar hasil penelitian boleh diikuti oleh pihak lain.