Lihat ke Halaman Asli

Zahir Makkaraka

Belajar dalam segala hal

Cinta Terlarang (3)

Diperbarui: 2 Januari 2018   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada tiga resolusi terbesarku tahun ini: segera menyelesaikan studi, bekerja dan menikah. Pragmatis sekali. Iya, mungkin aku sudah menjadi pengikut Pierce, William James atau instrumentalisme ala Jhon Dewey. 

Entahlah. Kobar idealisme kala mahasiswa S1 dulu, kini sekedar koar-koar saja. Mungkin pula sosok Aristippus telah mewujud dalam diriku, murid Socrates yang menekankan kebahagiaan dengan pemenuhan kesenangan-kesenangan materil. Mata sayu nan ayu yang ingin kumiliki, hedonkah aku? atau inikah Eudaimonia terbaikku kini? "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu...."

Tentang kesendirian, adalah temanku yang sudah lama. Umurku yang belum cukup dua tahun, ibu telah meninggalkanku sendiri, menghadap ke Ilahi Rabbi. Ayah..., aku tak pernah mengenal sosok itu. 

Aku hanya mengenal kakek  dan adik-adik dari ibuku. Berbilang ratusan kilo meter jarak antara tempat aku dibesarkan hingga menamatkan SMA dengan tempatku sekarang. Aku melanjutkan S1 berkat adik-adik ibuku. Aku adalah cucu pertama dari kakek dan merekalah yang mengganti kasih sayang seorang ibu bagiku. Tentang wanita, aku hanya menjadi pemuja rahasia. 

Aku tak pernah mengenal pacaran, tapi jatuh cinta adalah sesuatu yang sering bagiku. Dan pada pemilik mata sayu nan ayu adalah yang kesekian kalinya, harapku membuncah agar kesendirian segera tak bersuasa lagi.

Kau,
Disini saat kusapa dirimu,
Ragu dan malu hantui diriku,
Tiada kata terucap tanpamu,
Tersenyum menatap malu-malu.

Rona merah pipimu,
Terlukis jelas di wajahmu,
Diam membisu kuingat,
Senyuman manis walau sesaat.

Bayangan dirimu,
Selalu mengisi hatiku,
Bilakah kan terjadi,
Kau 'kan jadi milikku selamanya.

Kau,
Tiada kata terucap 'tuk,
Ungkapkan isi hati,
Dan,
Beri aku asa yang datang mengisi hidupku.
Kau,
Mungkinkah kau tahu apa,
Yang ada di hati dan,
Kau,
Pergi di saat kuyakini hatiku untukmu.
('Kau'- T-Five)
*****

"Pak, bapak lihat tadi perempuan yang berjilbab biru di sini menunggu?" Tanyaku kepada Pak Satpam yang lagi berdiri di depan pintu utama gedung B tak jauh dari ruang tunggu. Darinya kudapatkan informasi bahwa sepanjang bersamaku ke gedung A, hanya waktu itulah Pak Satpam melihat gadis bermata sayu nan ayu itu.

"Ah..., kampret!" Baru aku sadar bahwa dia ketika kusampaikan kepadanya untuk menungguku, dia hanya berbalik melihatku. Tidak mengangguk atau mengatakan iya sebagai tanda persujuan. Serapah meluncur dari mulutku untuk diriku sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline