Lihat ke Halaman Asli

Zahir Makkaraka

Belajar dalam segala hal

Salam Siang Padamu yang Tak Sempurna (VII)

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelayut mendung redakan terik sang surya siang ini. Pun tanah masih lembab oleh hujan kemarin sore bisa kujadikan saksi, meneguhkan bahwa rinai-rinai yang turun dari langit begitu deras, dan aku sempat berkelebat dalam keriangan. Terlepas dari sejati kemudian menuju fana yang tak kutahu dimana batas dan hingganya, aku dalam kegamangan, seperti siang yang jemu, yang terjebak dalam kerangkeng panas dan jebakan cuaca dingin. Aku dalam labirin waktu dan putusan, tak bisa menemukan ruang untuk menentukan sikap. Abai, kemudian jatuh dalam keacuhan yang meringiskan jiwa.

Masih setia dalam ke-aku-anku. Toh..., aku ada karena memang aku mengada, tak perlu menyerupai Descartes, tanpa berpikir akupun ada. Diam dalam keremangan asa merupakan aksiden dari esensi eksistensi-ku, tak perlu kau risau. Risaumu tak perlu menjadi penjara baru bagiku, cukup adamu dan perhatianmu sebagai peneguhku. Biarkan saja risaumu menderita bersama keremangan asaku, biarkan keduanya bermesraan dalam ketidakpastiaan wujud. Ya..., biarkan saja keduanya dalam ketidakpastian.

Mungkin kau tahu bahwa ketidakpastian meniscayakan gerak dan gerak meniscayakan perubahan? Bukankah ketidakpastian itu bukan sesuatu yang mustahil? Setahuku, ketidakpastiaan adalah sesuatu yang mungkin menjadi pasti atau tidak sama sekali. Ketidakpastian itu adalah ruang untuk kita bersenda gurau, ruang kita melepas segala suka dan lara. Kalau syarat terpenuhi dan waktu yang tepat datang, ketidakpastian itu kuyakinkan akan menjadi pasti. Bukankah ruang dan waktu itu dimensi kita? Usahlah ragu mencipta bimbang apalagi kemudian larut dalam kegalauan.

Hari ini, siang telah menguntit perjalanan kita seperti ketidakpastian mengekor keberadaan kita. Diam, ya..., kita diam saja sejenak, tapi jangan diam dalam kehampaan. Kita diam dalam gerak potensial dan gerak mekanis yang kita miliki, kita jejaki diam kita dengan langkah-langkah ringan yang penuh dengan presisi. Mungkin diam adalah usaha terbesar kita menyatukan ikhtiar, atau lafaz-lafaz do'a akan merekat pecahan-pecahan harapku dan harapmu.

Biarkan saja ketidakpastian dan diam itu ada, bisa saja itu jalan kebahagiaan yang digariskan Tuhan untuk kita lalui ataupun lingkaran takdir yang tak bisa kita desak agar kita keluar dalam kebebasan yang tak punya jabaran. Sekali syarat penyatuan kita terpenuhi, selamanya akan kugenggam kesaksiaan itu. Tak ada bisa kukabarkan padamu di siang ini, karena siangku dipenjara di antara panas dan dingin, tak pula hangat yang tercipta di sela lakonnya. Hanya salam kebahagiaan yang bisa kupersembahkan untukmu, untukmu yang tak kutahu rupa dan namamu. Salam Siang padamu yang tak sempurna!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline