Pikiranku penat dan lelah dengan banyaknya tugas sekolah yang harus kukerjakan termasuk tugas bimbel di dalamnya. Saat ini aku berada di semester akhir di kelas 12. Wajar bila banyak tugas yang menggunung menunggu untuk diselesaikan dan banyak hal yang harus dipersiapkan. Ujian masuk perguruan tinggi, misalnya. Sayangnya, malam ini aku tak bisa mengerjakannya ada adik perempuanku yang duduk dengan wajah cemberut. Nadin, namanya. Dia, adik bungsuku yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Sepertinya aku harus menyempatkan diri untuknya.
"Kenapa, Din?" tanyaku padanya yang berbaring nyaman di ranjang sambil melipat kedua tangannya di dada. Tampak sekali wajah kesalnya.
"Aku sedang kesal," sahutnya yang terdengar lucu di telingaku.
Aku berdeham guna meredam tawaku. Kemudian membalasnya, "Kesal dengan siapa, sih?"
“Fitra!”
“Ada apa dengannya? Bukankah kamu berteman baik dengannya, ya?”
Nadin menggeleng. “Kata siapa?”
Aku tersenyum seraya berkata, “Kakak dong.” sambil mengacak-ngacak rambutnya.
“Tuhkan poniku jadi rusak!” sungut Nadin kesal memerotes tindakanku tadi.
“Coba cerita ada apa?“ bujukku padanya setelah dia selesai membenarkan poninya yang membuatku gemas.
Nadin menarik napas sebelum ia mulai bercerita. "Di sekolah guruku mengumumkan hasil nilai ulangan kemarin. Tebak, siapa yang nilainya paling besar?" Aku menggeleng tidak tahu membuat adikku berdecak kesal.