Lihat ke Halaman Asli

Arum Sekar Adyota

Mahasiswa Unissula

Eksplorasi Etnomatematika di Lawang Sewu Semarang

Diperbarui: 10 November 2024   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Arum Sekar Adyota, mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Sultan Agung.

Nila Ubaidah, S. Pd., M. Pd., dosen pengampu mata kuliah Etnomatematika, Universitas Islam Sultan Agung.

Lawang Sewu merupakan salah satu bangunan bersejarah yang menjadi landmark Kota Semarang. Dengan arsitekturnya yang megah dan penuh sejarah, Lawang Sewu menarik perhatian banyak wisatawan, baik lokal maupun internasional. Bangunan yang didirikan pada awal abad ke-20 ini menyimpan banyak keunikan, salah satunya adalah penerapan konsep matematika dalam desain arsitekturnya. Dalam kajian etnomatematika, Lawang Sewu menjadi contoh menarik bagaimana konsep geometri diterapkan dalam budaya arsitektur kolonial di Indonesia.

Etnomatematika adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana masyarakat dari berbagai budaya menerapkan konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Etnomatematika mencakup penerapan matematika dalam berbagai bidang, seperti seni, kerajinan, pola tenun, arsitektur, hingga praktik sosial tertentu. Dengan mempelajari etnomatematika, kita dapat lebih memahami bagaimana matematika tidak hanya hadir dalam pelajaran disekolah saja, tetapi juga dalam warisan budaya yang kaya dan beragam.

Sebagai salah satu bangunan peninggalan kolonial, Lawang Sewu memiliki desain arsitektur yang kaya akan elemen geometri. Bangunan ini dirancang oleh arsitek Belanda dengan gaya arsitektur Eropa dan unsur-unsur lokal sehingga menciptakan hasil yang unik. Jika diamati dari bagian tengah bangunan utama, kita dapat melihat bahwa Lawang Sewu memiliki bentuk-bentuk geometri yang saling bercermin. Hal ini dapat dilihat pada susunan pintu dan jendela yang identik di kedua sisi bangunan. Penerapan pencerminan atau simetri ini tidak hanya memberikan kesan estetis, tetapi juga mencerminkan keteraturan dan keindahan dalam desain bangunan.

Tidak hanya itu, simetri pada bangunan ini memberikan rasa keteraturan yang dapat menenangkan. Dalam perspektif yang lain, simetri menciptakan kesan visual yang menyenangkan dan dapat memberikan efek positif bagi siapa pun yang memasuki bangunan tersebut. Simetri seperti ini sering digunakan untuk menciptakan ruang yang teratur dan harmonis, menjadikan Lawang Sewu tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga nyaman secara psikologis.

Lawang Sewu juga dikenal dengan banyaknya lengkungan pada pintu dan jendela. Bentuk lengkung ini menggunakan konsep geometri setengah lingkaran atau bisa juga busur lingkaran. Lengkungan yang melingkar membantu mendistribusikan beban dengan lebih merata sehingga memberikan kekuatan tambahan pada struktur bangunan.

Selain itu, lengkungan-lengkungan tadi memungkinkan adanya ventilasi yang lebih baik. Pada masa kolonial, Lawang Sewu dirancang dengan memperhatikan iklim tropis di Indonesia. Lengkungan tinggi tidak hanya menjadi elemen estetis, tetapi juga berfungsi untuk menjaga sirkulasi udara, membuat ruangan menjadi lebih sejuk meskipun tanpa penggunaan pendingin udara modern. Ini menunjukkan bagaimana desain arsitektur tidak hanya mempertimbangkan estetika, tetapi juga fungsi yang praktis.

Studi tentang etnomatematika, seperti yang ditemukan pada arsitektur Lawang Sewu, memberikan banyak manfaat dalam pendidikan. Mengaitkan konsep matematika dengan budaya dan kehidupan sehari-hari dapat membantu siswa memahami matematika dengan cara yang lebih kontekstual dan menarik. Sebagai contoh, siswa dapat diajak untuk mempelajari konsep simetri, geometri lingkaran, dan sebagainya melalui observasi langsung terhadap bangunan bersejarah ini.

Lawang Sewu bukan hanya sekadar bangunan bersejarah yang kaya akan nilai arsitektur, tetapi juga menjadi sumber pembelajaran etnomatematika yang menarik. Dengan memadukan keindahan geometri dalam desainnya, Lawang Sewu memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana matematika dapat ditemukan dalam warisan budaya kita. Semoga dengan memahami konsep etnomatematika ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya lokal sekaligus memperkaya pembelajaran matematika di sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline