"Nggag ada istilah "aku" atau "kamu" dalam keluarga kita nduk, yang ada cuma "kita", susah di tanggung bareng2, senang pun dirasakan bareng2, ini penting biar kalian anak2 bapak, paham benar caranya bersyukur, berbagi, dan nggag mentingin diri sendiri," nasehat bapak di suatu kesempatan.
"Kita" adalah satu kata sederhana bermakna luar biasa yang selalu di tanamkan bapak sejak aku dan saudaraku masih kecil. Tujuan bapak sederhana saja, beliau ingin anak-anaknya kelak jadi manusia- manusia yang tau caranya bersyukur, mampu untuk berbagi, dan tidak egois dengan mementingkan diri sendiri. Awalnya, ketika bapak meminta kami untuk tidak membiasakan ber"aku"-"kamu" , tentu saja kami merasa keberatan, Seolah tidak rela barang sekedar berbagi kerupuk koin antar saudara sendiri. Dulu sekali, apa yang menjadi milikku juga menjadi milik saudaraku. Bapak akan sangat marah jika ada salah satu dari kami yang tidak mau saling meminjamkan ataupun berbagi makanan.
Seiring berjalannya waktu, kami tumbuh dewasa, dan budaya "kita" dengan sendirinya telah meresap kedalam hati. Baru sekarang aku pribadi mengerti benar apa maksud bapak selama ini. Baru sekarang aku menyadari arti penting kata "kita" dalam kehidupan sehari- hari. Tak henti2nya aku bersyukur akan apa yang telah bapak ajarkan kepada-ku. Yang aku lihat dalam keluargaku, ada yang namanya asas gotong royong, susah kita bersama, senangpun jangan sampai ada yang lupa untuk tetap bersama. Jika satu sakit, maka yang lain akan berusaha menyumbangkan bantuan lahir batin demi meringankan beban yang lain. Dan begitu seterusnya.
Lepas dari budaya ber "kita" dalam keluargaku, sejenak aku menarik konsep "kita" ke lingkaran yang lebih besar lagi. Aku jadi membayangkan, seandainya saja konsep "kita" dipahami benar oleh para petinggi di negeri ini, mungkin... tidak perlu ada yang namanya KPK. Jika meeka paham konsep "kita", mana mungkin mereka tega merampas hak rakyat kecil yang tentu saja jauh level kesejahteraannya dibanding mereka. Mana mungkin pula mereka tidak mendengar jeritan jeritan pilu rakyat jelata andai saja mereka pahambenar konsep ini. Para petinggi yang masuk dalam list tikus-tikus berdasi itu, seandainya saja mereka paham benar untuk tidak terlalu meng- "aku"kan dirinya, dan meng- "kamu"kan rakyat yang atas nama merekalah para tikus berdasi itu ada, mungkin negeri kita ini akan menjadi negeri impian bagi setiap orang. yah, saat ini aku tarik kembali konsep tadi dan akhirnya cuma bisa menghela napas panjang, andai saja....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H