Pernah gag, kamu ada di posisi "orang sekarat"? keluargamu datang bergantian, berusaha tersenyum ketika berbicara padamu, namun terisak saat meninggalkanmu. Mencoba ikhlas atas semua keadaan. Pernah gag kamu berpikir gimana seandainya kamu mati? Apa "rumah"mu akan menjadi biasa-biasa saja? mengingat seharusnya tidak ada lg yang perlu di tangisi, tidak perlu ada air mata yang terjatuh saat ginjalmu tiba2 terasa amat nyeri, perutmu kencang membesar hingga menyesakkan dada, juga menangisi pembengkakan di seluruh badan yang terjadi padamu.
Aku pernah... menemukan bunda menangis tertahan ketika aku dalam kondisi bengkak2 bagai alien, haha... mata membengkak sebesar bola kasti, wajah seperti bantal yang di mampatkan dalam kresek wah... gag berbentuk lagi. Soal badan...hadeeeehhh jangan di tanya lagi. kulitku putih mengkilat saking kencangnya, dan ketika di tekan maka terbentuklah lubang kecil disana, macam orang beri- beri saja, hehehe. Aku pernah... menemukan mbak menahan tangis meneriakiku ketika ada masalah pada proses "makan" yang ku lakukan. Aku menangis terisak saat dia bilang aku sudah bosan hidup dengan melanggar aturan medisku yang pada hari berikutnya aku tegaskan bahwa itu tidak benar. Aku pernah.. memeluk bapak diam- diam di sela tidurnya, bapak yang setiap malam setia tidur disampingku demi berjaga dan memastikan bahwa ada yang melakukan sesuatu ketika aku terjaga karena kesakitan. Aku pernah.. menahan sakit sekaligus tangis ketika tubuhku mulai memberontak di tengah malam, dan bundaku dengan sigap mengompres hampir semua bagian tubuhku dengan air panas, hingga memar yang ditinggalkan setelah itupun tak kurasakan lagi. Aku pernah di posisi itu... Saat di mana aku hanya bisa terbaring lemah berusaha membuat mereka tertawa, sebisaku. Aku pernah.. merasakan detik-detik persiapan diri menuju sesuatu yang sama sekali belum pernah ku ketahui wujudnya. Aku pernah... Suatu waktu bertanya pada langit, apa maksud semua ini, dan langitpun menggelegar memberikan jawabanNya Gag pernah terbayangkan sebelumnya, Dwi Arum Nofayanti, seorang wanita yang kata mereka adalah anak terkuat, dan paling bisa diandalkan di keluarga, pada saat itu justru menjadi yang terlemah, dan paling memerlukan pertolongan dari segala penjuru. Begitu indahnya langit membolak balikkan dunia. Sungguh tidak ada secuil kuasapun yang bisa kita lakukan untuk menentangnya. Bagaimana aku melalui semua itu?? Hah.. mudah saja bagi-Nya untuk menuntunku melalui hal ini. Dia ijinkan aku belajar menyelami hatiku sendiri. Dia ijinkan aku belajar memahami hakikat hidup itu sendiri. Dia tuntun aku aku untuk terus bersemangat. Dia bimbing aku untuk bisa terus tersenyum dan bersyukur. Dia berikan aku tekad dan keyakinan yang kuat. Hingga akhirnya, aku masih bisa merasakan pertukaran oksigen dan karbondioksida pada sistem respirasiku, masih bisa kulihat wajah manisku yang drastis meramping sejak peristiwa itu, masih bisa kurasakan detak jantungku yang begitu indah berirama mengiringi langkahku. Sungguh besar karuniamu ya Robb... Begitu banyak benang merah yang saling terhubung hanya dengan anugrah sakitku dari-Mu. Seperti kata bang Darwis, setiap peristiwa yang terjadi pada seseorang merupakan rangkaian sebab akibat untuk orang lain di sekitar "seseorang" itu. melalui sakitku, langit menggebrakkan dan membuka banyak cerita. Sampai detik ini, langit masih memberiku kesempatan, bahkan memberiku kedamaian hati yang jauh lebih luas dari sebelumnya. Sungguh sebuah metamorfosa diri yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Semoga Allah tetap menuntunku, tetap menemaniku menjadi manusia yang senantiasa bersyukur dan ikhlas atas semua rasa, asa, dan berbagai cerita yang telah di ciptaNya.. Amin Allahuma amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H